Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Mengurus Anak Sekolah dan Kuliah

8 Februari 2020   22:59 Diperbarui: 8 Februari 2020   23:05 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PENGALAMAN  MENGURUS ANAK SEKOLAH DAN KULIAH

Sebagai orang tua yang bekerja dlingkungan pemerintah pusat (PNS) sejak tahun 1982, saya  siap ditempatkan dimana saja diwilayah kesatuan negara Republik Indonesia.  Apalagi pada waktu masuk PNS berbekal ijasah sarjana (S1), otomatis diangkat pertama PNS dengan pangkat dan golongan III A (Penata Muda).

Berbekal tekad dan niat untuk mandiri dan lepas dari tanggungjawab dan beban hidup orang tua,  maka  resiko penempatan tugas jauh dari pusat pemerintahanpun tidak masalah, apalagi status saya masih lajang (belum menikah) sekalian menambah pengalaman hidup dirantau orang.

Masalah timbul setelah mempunyai keluarga dan anak yang mulai beranjak dewasa dan memasuki  usia sekolah.  Siapa saja orangtuanya pasti menginginkan sekolah yang terbaik buat anak anaknya. Dengan harapan agar anak anak ini level dan kualitas pendidikannya minimal sama dengan orang tuanya dan syukur syukur dan melebihinya.

Pada sekolah tingkat dasar dan lanjutan tingkat pertama, anak anak akan bersekolah mengikuti tempat tugas orang tuanya berada. Mulai dari sinilah kita orang tua harus bijak membimbing, mendorong, mengarahkan anak dalam pendidikannya agar tidak sampai salah. 

Sekali salah dari awal, orang tua akan menyesal dikemudian hari karena hanya merekalah kebanggaan orang tua. Buktinya setiap kali bertemu orang tua lain atau teman, sahabat yang juga punya anak yang pertama ditanyakan pasti anaknya  sekolah atau kuliah dimana, rangking berapa dan sebagainya yang terkait dengan prestasi akademisnya. Bukan ditanya berapa rumahnya, berapa mobilnya dan sebagainya. 

Ukuran sukses membina keluarga di Indonesia nampaknya masih ditilik dari seberapa sukses orang tua menyekolahkan/mengkuliahkan anak anak disekolah /perguruan tinggi terbaik dinegeri ini apapun caranya dan berapapun biayanya.

Terlepas dengan sistim penerimaan sekolah dan kuliah yang berubah ubah setiap saat, kami sebagai orangtua yang mempunyai tiga orang putri yang sudah selesai menamatkan kuliah ditiga perguruan tinggi yang berbeda (Universitas Trisakti, UGM dan IPB)  akan mencoba berbagi pengalaman (sharing) kepada orangtua  yang masih mempunyai anak anak balita , siapa tahu bermanfaat dalam mengarahkan, membimbing pendidikan anak anaknya dikemudian hari.

Latar Belakang Pendidikan Orang Tua

Saya sebagai ayah, mempunyai pengalaman masa kecil yang sangat unik.  Hidup dan tinggal dikota kecil (Cepu Kab. Blora) perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Kami merupakan keluarga besar dengan 9 bersauadara, ayah seorang anggota TNI yang otoriter dan disiplin keras serta merangkak dari prajurit karena pendidikannya hanya sekolah dasar, sedangkan ibu seorang ibu rumah tangga biasa dan lulusan sekolah lanjutan pertama. Dengan sumberdaya keuangan yang terbatas kami semua mau tidak mau harus sekolah sampai dengan lulus sekolah lanjutan tingkat atas dikota kecil tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun