Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tantangan Kehutanan ke Depan

7 Februari 2020   08:11 Diperbarui: 7 Februari 2020   08:23 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan telah bergantinya rezim dari orde baru ke rezim reformasi, seiring dengan pudarnya kejayaan kayu dari hutan alam Indonesia, muncul masalah baru yang sebenarnya sudah diperhitungkan sebelumnya yaitu bencana ekologis akibat eksploitasi SDA hutan. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) khususnya dari bekas hutan gambut yang menghasilkan bencana asap, selalu muncul setiap tahunnya memasuki musim kemarau seperti sekarang. 

Pemerintah pusat maupun daerah dibuat kalang kabut untuk mengatasi karhutla ini. Entah sampai kapan bencana asap dari karhutla tidak setiap tahun terjadi. Belum lagi banjir bandang yang terjadi didaerah hilir sungai yang hulunya bekas kawasan wilayah HPH. Konflik tenurial antar warga yang menimbulkan korban jiwa dikabupaten Mesuji akibat rebutan lahan bekas kawasan HPH dan banyak lagi contoh ekses yang ditimbulkan dari bonanza kayu ini.

Deforestasi dan Reforestasi

Isu deforestasi ternyata tidak hanya menjadi masalah bagi negara Indonesia saja, tetapi juga menjadi isu global.  Pemimpin tertinggi umat katolik, Paus Fransiskus mengatakan bahwa deforestasi dan berkurangnya keanekaragaman hayati dalam waktu cepat di negara-negara tertentu-termasuk Indonesia- tak bisa dianggap sebagai isu lokal. Hal ini karena masalah tersebut mengacam masa depan seisi planet ini (Kompas, 8 September 2019).

Indonesia, sebagai negara tropis mempunyai kekayaan sumberdaya hutan (SDH) tropika basah yang luar biasa luasnya. Data tahun 2017, luas hutannya mencapai 188,8 juta ha, yang terdiri dari hutan konservasi 11,7 %, hutan lindung 15,7 %, hutan produksi 36,0 %.   Sebagaimana negara lain didaerah tropika seperti Ghana, Pantai Gading, Papua Nugini, Angola, Suriname, Liberia, dan Kolombia , masalah utama dalam kelola hutannya adalah deforestasi yang begitu cepat seiring dengan laju peningkatan jumlah penduduk yang kurang terkendali. 

Data tahun 2018, luas lahan kritis di Indonesia 14 juta ha dan akan bertambah setiap tahunnya meskipun laju deforestasi dapat ditekan dan menurun setiap tahunnya. Indonesia mencatatkan laju penurunan deforestasi dari 1,92 juta hektare (ha) pada kurun waktu 2014-2015 menjadi 0,48 juta ha pada 2016-2017 dan sebesar 0,44 juta ha pada tahun 2017-2018.

Disisi lain, kemampuan pemerintah dalam melakukan kegiatan reforestasi jauh dari menggembirakan. Sejak digaungkan Inpres Reboisasi dan Penghijauan  tahun 1976 diera orde baru dan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) diera reformasi,  pemerintah cq KLHK masih saja berkutat dengan angka-angka target reforestasi yang seolah olah angka target tersebut dapat mengurangi atau menekan data lahan kritis maupun angka laju deforestasi.  

Angka target itupun juga tidak mampu menghilangkan sama sekali dalam batas yang minimal. Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) KLHK, dalam sambutan pada Peringatan Hari Penanggulangan Degradasi Lahan Se-Dunia, 1918 menyatakan kemampuan pemerintah untuk merehabilitasi lahan hanya mencapai 500.700 ha. Sehingga, diperlukan waktu 48 tahun agar zero net degradation dapat tercapai, dengan asumsi ceteris paribus.

Reforestasi yang selama ini dilakukan perlu dievaluasi keberhasilannya. Menanam vegetasi kayu kayuan dikawasan hutan dapat dinyatakan berhasil apabila tanaman telah mencapai usia sapling (5-6 tahun keatas). 

Dengan alasan keterbatasan anggaran,  kegiatan reforestasi ini dipelihara dan dievaluasi hanya sampai tahun ketiga dan selanjutnya pemeliharaanya diserahkan kepada kearifan alam. Data luas reforestasi yang dilakukan sejak 43 tahun yang lalu perlu diupdate kembali tingkat keberhasilannya  dengan pendekatan scientific forestry  agar dapat diperoleh angka reforestasi yang sebenarnya.

Progres Perhutanan Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun