TANTANGAN KEHUTANAN KEDEPAN
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang saya banggakan,
Kita butuh ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat kita bisa melompat dan mendahului bangsa lain. Kita butuh terobosan-terobosan jalan pintas yang cerdik yang mudah yang cepat. Kita butuh Sumber Daya Manusia (SDM) Â unggul yang berhati Indonesia, berideologi Pancasila. Kita butuh SDM unggul yang toleran yang berakhlak mulia. Kita butuh SDM unggul yang terus belajar bekerja keras, berdedikasi.Â
Kita butuh inovasi-inovasi yang disruptif yang membalik ketidakmungkinan menjadi peluang. Yang membuat kelemahan menjadi kekuatan dan keunggulan. Yang membuat keterbatasan menjadi keberlimpahan. Yang mengubah kesulitan menjadi kemampuan. Yang mengubah tidak berharga menjadi bernilai untuk rakyat dan bangsa.
 Berbekal inovasi, kualitas SDM, dan penguasaan teknologi kita bisa keluar dari kutukan sumber daya alam. Memang negara kita ini kaya bauksit, batubara, kelapa sawit, ikan, dan masih banyak lagi. Tapi tidak cukup di situ. Kalau kita melakukan hilirisasi industri kita pasti bisa melompat lagi. (Itulah sepenggal paragraf pidato Presiden Joko Widodo, didepan sidang bersama DPD dan DPR RI , 16 Agustus 2019).
Kabinet Indonesia Maju untuk masa kerja 2019-2024, telah terbentuk dengan basis pada penguatan SDM Indonesia yang unggul dan telah dipaparkan oleh presiden dalam pidato lengkapnya apa dan bagaimana keinginan dan kemauannya lima tahun kedepan.
Secara kebetulan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tetap dinahkodai oleh orang yang sama, yakni Dr. Siti Nurbaya yang pada Kabinet Indonesia Kerja lima tahun yang lalu (2014-2019) menjabat kementerian yang sama . Dengan demikian Menteri LHK, sangat paham apa kemauan presiden diera kepemimpinannya pada periode kedua ini. Oleh karena itu, untuk mendiskripsikan SDM unggul kehutanan perlu dipahami dulu tantangannya untuk lima tahun kedepan.
Kutukan Sumber Daya Alam (SDA) Â Hutan
SDA kayu dari hutan alam, begitu melimpah diawal tahun 70'an. Hutan alam Dipterocarpaceae (meranti sp) yang merupakan anugerah Tuhan yang luar biasa membentang luas di P. Sumatera dan Kalimantan. Permintaan akan kayu meranti dipasar internasional cukup tinggi. Bonanza kayu oleh rezim orde baru selama tiga dekade dimanfaatkan benar sebagai penggerak roda pembangunan, dan  merupakan penyumbang devisa negara nomor dua setelah minyak bumi. Akibatnya hutan alam diekploitasi habis habisan untuk diekspor kayunya  dalam bentuk bahan mentah log (gelondongan).
Izin pengusahaan kayu alam dalam bentuk HPH (Hak Pengusahaan Hutan) baik asing maupun domestik terus bertambah. Pada tahun 2000, misalnya, jumlah hak pengusahaan hutan ( HPH) meningkat sekitar 600 unit dan mengusahakan areal hutan lebih dari 64 juta hektar. Devisa negara yang disumbangkan hampir setara dengan minyak bumi, 9 miliar dollar AS per tahun terhadap pendapatan nasional.Â
Ekses yang timbul dari izin HPH yang tidak terkendali ini antara lain adalah tidak cermatnya lokasi kawasan yang ditunjuk. Banyak kawasan hutan yang mestinya berfungsi lindung/termasuk hutan gambut masuk dalam wilayah HPH. Sistem silvikultur TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) tidak dipatuhi dilapanagan karena pengawasan aparat kehutanan setempat lemah. Singkatnya, kaidah kelestarian produksi hutan alam tidak berjalan dengan baik.