Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mengurai Hutan Adat

22 Januari 2020   20:13 Diperbarui: 22 Januari 2020   20:24 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

MENGURAI HUTAN ADAT
Gonjang ganjing pengelolaan hutan adat nampak terus mengapung kepermukaan dan yang baru baru muncul adalah keresahan komunitas masyarakat hutan adat Papua yang menunggu regulasi pemerintah pusat yang memungkinkan memanfaatkan hutan adat secara mandiri dengan tetap memperhatikan kelestariannya. 

Pangkal masalahnya adalah regulasi berupa Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) yang menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  sejak tahun 2016 tidak kunjung diterbitkan (harian kompas,  8 April 2019). Padahal kalau dicermati lebih jauh, provinsi Papua merupakan daerah yang banyak mempunyai hutan adat dengan komunitas masyarakat adatnya.

Sebut saja hutan adat Rhepang Muaif, Jibogol, Grisela dari kabupaten Jayapura; Sapusanie, Tetom Jaya dari kabupaten Sarmi; Kornu, Sarawandori, Yera Asai dari kepulauan  Yapen; Kumea Ampas dari kabupaten Keerom; dan Mo Make Unaf dari kabupaten Merauke. Rata rata komunitas masyarakat adat ini memiliki luas kawasan hutan 2.500 -- 5.000 hektar.

Pertanyaan yang perlu dijawab oleh para pihak adalah kenapa ini mesti terjadi dan berlarut larut pula ? Bagaimana mengurainya untuk mengetahui kendala/masalah yang terjadi.

Skema NSPK

Dalam UU 23 tahun 2014, tentang urusan  pemerintahan  pasal 16 ayat (2) disebut bahwa NSPK adalah berupa peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan  pemerintah konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan menjadi kewenangan pemerintah daerah. 

Terdapat 34 urusan pemerintahan konkuren bersama pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren dibedakan menjadi 3 (tiga) katagori yaitu wajib (obligatory) untuk 6 (enam)  urusan pelayanan dasar, wajib untuk 18 urusan tidak pelayanan dasar, dan pilihan (optional) untuk 8 (delapan) urusan sektor unggulan. Kehutanan merupakan salah satu sektor unggulan urusan pemerintahan konkuren yang bersifat pilihan.

Sebagaimana pasal 16 ayat (5) dinyatakan bahwa penetapan NSPK dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah (PP)  mengenai urusan pemerintahan konkuren diundangkan.

Kementerian LHK belum dapat menyusun NSPK mengenai hutan adat ini disebabkan peraturan pemerintah  tentang urusan pemerintahan konkuren hingga tahun 2019 ini, belum diundangkan.

Oleh karena itu, wajar kiranya Menteri LHK belum menjawab pemberian NSPK kepada Gubernur Papua dari tahun 2016 karena " bola " NSPK masih berada di Kemendagri selaku penanggungjawab penyusunan PP ini .

Lain halnya apabila  PP nya telah diundangkan dan tenggat waktu lamanya penyusunan NSPK oleh KLHK telah terlampaui maka pemerintah daerah Papua dapat menggunakan kewenangannya untuk menyusunnya sendiri sebagaimana disebut dalam pasal 17 ayat (4) , apabila dalam waktu 2 (dua) tahun pemerintah pusat belum  menyusun NSPK maka penyelenggara pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Kesimpulannya adalah skema NSPK yang disusun oleh KLHK masih menunggu proses panjang dan belum dapat direalisasikan dalam waktu dekat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun