Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bencana Banjir dan Longsor, Apa Peran Institusi Kehutanan?

19 Januari 2020   21:30 Diperbarui: 19 Januari 2020   21:40 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bencana banjir dan longsor akhir akhir ini sering terjadi, apalagi dengan cuaca dan hujan ekstrem seperti sekarang ini. Tidak hanya diwilayah Jabodetabek saja, akan tetapi meluas dimana mana. 

Sebut saja banjir bandang di kabupaten Tanah Datar provinsi Sumatera Barat dan banjir bandang di kabupaten Lahat provinsi Sumatera Selatan. Alih fungsi lahan hutan didaerah hulu sering dituding sebagai penyebab bencana banjir dan tanah longsor. 

Contoh, banjir bandang yang terjadi di kabupaten Lebak provinsi Banten akibat alih fungsi lahan hutan untuk pertambangan emas liar (illegal mining) dikawasan hulu Taman Nasional Halimun Salak. 

Pertanyaan yang sering muncul bagi orang awam adalah apa peran dari institusi kehutanan selama ini. Bukankah bencana banjir dan longsor sering terjadi setiap tahun dan selalu berulang dan terus berulang. Masalahnya adalah bencana semacam ini skalanya semakin masif dan meluas dimana mana.

Siapa dan Apa Institusi Kehutanan?

Yang dimaksud institusi kehutanan disini adalah institusi yang berada baik ditingkat pusat maupun didaerah. Tingkat pusat adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan eselon I yang terkait dengan banjir dan longsor antara lain Direktorat Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (Ditjen PDASHL) serta Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE). 

Ditjen PDASHL membawahi unit pelaksana teknis (UPT) Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) yang berkedudukan dimasing masing provinsi dengan tugas melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan serta menyediakan bibit pohon pohonan disetiap DAS dan hutan lindung yang menjadi wilayah kerjanya. 

Sementara itu, Ditjen KSDAE mempunyai UPT didaerah berupa Balai/Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA/BKSDA) disetiap provinsi dan Balai Besar/Balai Taman Nasional (BBTN/BTN) sebanyak 51 unit yang tersebar di Indonesia. 

BBKSDA/BKSDA sebagai pemangku kawasan hutan, bertugas mengelola kawasan pelestarian alam (KPA) selain taman nasional dan taman hutan raya serta kawasan suaka alam (KSA), sementara itu BBTN/BTN sebagai pemangku dan pengelola kawasan taman nasional.

Tingkat daerah adalah dinas kehutanan/ dinas yang membawahi kewenangan kehutanan ditingkat provinsi/kabupaten/kota. Dengan adanya undang undang no. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, kewenangan kehutanan ditarik dan dilimpahkan dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. 

Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) no. 62 tahun 1998 dan undang undang no.23 tahun 2014, kewenangan kehutanan oleh pusat yang dilimpahkan kepada daerah yang terkait banjir dan longsor adalah  a) penghijauan dan konservasi tanah dan air b) pengelolaan hutan milik/hutan rakyat c) pengelolaan taman hutan raya d) pengelolaan hutan lindung e) penyuluhan kehutanan f) perlindungan hutan.

Dukungan Sumberdaya (Resources)

Sumberdaya yang mendukung penanganan bencana banjir dan longsor ini meliputi personil, penganggaran dan peralatan.

Ditingkat pusat, KLHK lebih banyak mendukung dalam bentuk penganggaran melalui dana APBN, dana alokasi khusus (DAK)  dan dana bagi hasil (DBH) bagi daerah yang mempunyai potensi hasil hutan serta dapat memobilisasi personil dan peralatan UPT yang  berada didaerah. 

Sebagai contoh, pada tahun 2019 luas rehabilitasi hutan dan lahan (RHL)  sudah mencapai 207.000 hektar dengan anggaran 2,7 triliun rupiah. Bisa jadi untuk tahun 2020 dan seterusnya anggaran RHL ini akan makin meningkat jumlahnya, apabila melihat kerusakan lingkungan yang diakibatkan bencana banjir dan longsor sekarang ini.

Sedangkan ditingkat daerah,  diharapkan dapat mendukung pendanaannya dari sumber dana APBD serta dapat memobilisasi personil dan peralatan yang dimilikinya.

Peran Institusi Kehutanan

Sesungguhnya peran institusi kehutanan dalam penanganan bencana banjir dan longsor, ada 2 (dua) yakni pencegahan (preventif) dan penanggulangan (kuratif).

Aspek pencegahan yang dapat diperankan oleh KLHK adalah penyuluhan dan sosialisasi pencegahan banjir dan longsor baik oleh Ditjen PDASHL, Ditjen KSDAE maupun Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM KLHK melalui Pusat Penyuluhan KLHK. 

Sementara itu, UPT Ditjen KSDAE mempunyai petugas Jagawana (Polisi Hutan) untuk mengawasi dan melindungi kawasan hutan dari perambah hutan pada kawasan konservasi yang menjadi tanggung jawabnya. 

Sedangkan peran pencegahan bagi daerah adalah memobilisasi potensi Penyuluh Kehutanan dan Jagawana yang dimilikinya untuk mengajak masyarakat menjaga hutan lindung dan taman hutan raya agar tidak dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Kelemahan dari aspek pencegahan ini adalah keterbatasan jumlah personil baik jagawana maupun penyuluh kehutanan yang ada dibanding dengan luas kawasan hutan yang diawasi dan masyarakat yang disuluh. 

Oleh karena itu, aspek pencegahan ini tidak dapat berjalan secara efektif dan hasilnya tidak memadai. Sebenarnya, apabila kegiatan pencegahan ini dapat berjalan dengan baik maka dampak banjir dan longsor ini dapat ditekan atau dikurangi dari kerugian  material maupun jiwa.

Yang sering terjadi dalam musim hujan sekarang ini adalah aspek penanggulangannya  lebih besar dibandingkan dengan pencegahannya. Buktinya, kegiatan RHL yang ditangani pemerintah setiap tahun, skalanya  semakin meningkat dan masif dari 25.000 ha tahun 2018, meningkat menjadi 207.000 ha pada tahun 2019. 

Sementara dari aspek keberhasilan kegiatan RHL ini dari sejak tahun 1976 sampai sekarang , sulit diukur tingkat keberhasilannya. KLHK sebagai pihak yang mempunyai otoritas, sampai sekarang masih belum mampu merilis berapa hektar sebenarnya tingkat keberhasilan dari kegiatan RHL yang jutaan hektar itu dinyatakan berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun