Mohon tunggu...
Syarif Hidayat
Syarif Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Kebudayaan

Pencinta Literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gondang Buhun Adat Kuta Ciamis, Bertahan di Tengah Modernisasi

15 Desember 2017   00:42 Diperbarui: 21 Oktober 2020   01:34 1722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesenian Gondang Buhun. Foto: Adeng Bustomi/Antarafoto.com

Dua bilah kayu Lisung berderet memanjang. Terlihat pria yang berpakaian adat tengah duduk sila dengan tatapan ke bawah hadapan para perempuan dengan mengepal tongkat memiliki panjang 1,5 meter. Komat-kamit bibir pria paruh baya itu, dengan sesekali tangan dia menaburkan serbuk kemenyan pada api yang dibakar di atas sabut kelapa.

Kepulan asap membungbung ke atas dengan wangi khasnya membuat bulu kuduk saya merinding. Mantra-mantra Sunda dikumandangkan pertanda, ritual menumbuk padi dimulai. Ritual ini kerap digunakan pada saat musim panen berakhir sebagai bentuk rasa syukur pada sang maha pencipta atas hasil panen yang melimpah. Mereka sebut dengan Gondang.

Terletak di Kampung Adat Kuta Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Gondang ini merupakan warisan leluhur kerajaan Galuh yaitu seorang pandita Ki Ajar Sukaresi pada abad ke-6. Gondang ini merupakan khasanah budaya yang memiliki nilai kearifan lokal dan dilestarikan secara turun temurun.

Gondang yang memiliki makna "Ngayun" ini dipercayai sebagai perilaku masyarakat Sunda untuk menghormati Nyi Dewi Sari Pohaci atau lebih populisnya Dewi Sri (Padi). Gondang kuta memiliki mantra kuat dan diyakini tuah puji-pujian dan penghibur Dewi Sri, karena telah memberikan kehidupan Padi yang melimpah. Oleh masyarakat Kampung Adat Kuta ini dintepretasikan dengan sebuah tabuhan dan kawih Sunda.

Gondang ini merupakan alat tumbuk padi yang terdiri dari lisung dan ongkat. Konon memiliki aura gaib kuat dan selalu menjadi simbol sebagai tanpa mulainya masa tanam dan panen.

Usut punya usut, Ngagondang istilah masyarakat Sunda atau numbuk Padi di Kampung Adat Kuta ini ada masanya, yaitu dilakukan pada hari Kamis dan Minggu. Namun laranganya yaitu tidak boleh dilakukan pada hari Senin atau weton Kaliwon. Ini pun diyakini masyarakat adat bahwa hari Senin tidak baik untuk menumbuk padi, karena Nyi Dewi Sri tidak sedang dalam keadaan subur dan sedang kotor.

"Pami dinten Senen mah Nyi Dewi Sari Pohacina nuju kalalotor.(Kalau hari Senin, Nyi Dewi Sari Pohaci sedang kotor)," kata Sesepuh Kampung Adat Kuta, Ki Wiarja pada saya.

Akan tetapi, larangan inilah menjadi kebiasaan yang hingga kini masih tetap dijaga pelaksanaanya.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2013 lalu telah melakukan pemugaran budaya Gondang.  Program pewarisan Gondang Buhun Kampung Adat Kuta. Pewarisan ini dilakukan untuk menyelamatkan gondang dari ancaman kepunahan. Karena pada waktu itu, generasi pertama pewaris gondong buhun lama sudah mulai berusia tua. Maka, gondang ini diwariskan pada anak dan cucunya.

Gondang buhun ini ada tiga genarasi. Diantaranya generasi pertama berumur sekitar 50-70 tahun. Generasi kedua berkisar umur 30-50 tahun. Dan generasi ketiga berumur sekitar 10-20 tahun.

Kendati telah diselamatkan, sejarah Gondang Buhun ini tidak banyak diketahui secara umum. Karena tidak menjadi skala prioritas pendidikan muatan lokal. Padahal makna yang terkandung pada gondang buhun ini sangat tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun