Mohon tunggu...
Yunizar Prajamufti
Yunizar Prajamufti Mohon Tunggu... Swasta -

Kembali menulis untuk terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Keadilan Vs Kepastian Hukum

11 Juni 2011   09:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:37 1860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum bukanlah suatu skema yang final (final scheme), namun terus bergerak, berubah, mengikuti dinamika kehidupan manusia. Karena itu, hukum harus terus dibedah dan digali melalui upaya-upaya progresif untuk menggapai terang cahaya kebenaran dalam menggapai keadilan”, begitulah yang dinyatakan oleh Prof. Satjipto Rahardjo dalam bukunya yang berjudul “Penegakan Hukum Progresif”. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa hukum bukan hanya sebuah rumusan teks perundang-undangan, namun hukum juga merupakan sebuah “perilaku”. Yaitu perilaku yang yang berkembang di masyarakat. Dan saya setuju dengan pernyataan tersebut.

Jika hukum hanya dipahami sebuah rumusan perundang-undangan (sebagaimana realita yang selama ini terjadi) sungguh hukum tidak akan pernah bisa menahan lajunya kedinamisan yang terjadi di masyarakat dan tidak akan pernah bisa menegakan keadilan. Karena teks undang-undang merupakan sesuatu yang mati, tidak bisa bergerak tanpa ada yang menggerakan, yaitu manusia.

Seperti contoh kasus putusan Mahkamah Agung No. 275 K/Pid/1982 tanggal Desember 1983, dalam perkara korupsi Bank Bumi Daya dengan terdakwa direktur Bank Bumi Daya, Raden Sonson Natalegawa. Terdakwa ternyata melakukan penyelewengan kewenangan dengan memberikan prioritas kredit kepada PT. Jawa Building, bergerak dibidang real estate, yang mana dilarang oleh BI berdasarkan surat edaran No. SE 6/22/UPK, tertanggal 30 juli 1983.Terdakwa ternyata menerima fasilitas yang berlebihan dan keuntungan lain dari pemberian kredit tersebut dari A Tjai alias Endang Wijaya.

Dalam kasus ini MA menerapkan ajaran perbuatan melawan hukum secara materiil dalam fungsi positif dalam putusannya No. 275 K/Pid/1982. Dalam putusan ini MA menyatakan bahwa “jika penyalah gunaan wewenang hanya dihubungkan dengan policy perkreditan direksi yang menurut Pengadilan Negeri tidak melanggar peraturan hukum yang ada sanksi pidananya, akan tetapi sesuai pendapat yang sudah berkembang dalam ilmu hukum, seharusnya hal itu diukur berdasarkan asas-asas hukum tak tertulis, maupun asas-asas yang bersifat umum menurut kepatutan dalam masyarakat”. Artinya walaupun tindakan penyelewengan tersebut tidak memenuhi rumusan delik namun bertentangan dengan rasa keadilan dan nilai-nilai ketertiban dalam masyarakat, perbuatan penyelewengan ini dapat dijatuhi pidana.

Walau pada dasarnya sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif ini bertentangan dengan asas legalitas yang menyatakan bahwa undang-undang harus merumuskan secara jelas dan rinci mengenai perbuatan yang disebut dengan tindak pidana (kejahatan, crimes), namun demi rasa keadilan dan nilai-nilai ketertiban di masyarakat MA memutuskan bahwa perbuatan penyalahgunaan jabatan dalam kasus ini dinyatakan termasuk dalam tindak pidana korupsi.

Intinya hukum bukan hanya undang-undang tertulis yang di sahkan oleh pejabat yang berwenang namun hukum itu juga merupakan perilaku yang berkembang di masyarakat. Karena keadaan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat tidak selalu sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam perundang-undangan yang merupakan sebuah teks yang mati. Adanya hukum sebenarnya bukan untuk sebuah kepastian dalam berhukum namun untuk mencari dan menegakan keadilan di masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun