Mohon tunggu...
Moh Vicky Indra Pradicta
Moh Vicky Indra Pradicta Mohon Tunggu... Dokter - Food safety and quality leader, an opinion writer and one health initiative

I’m Vicky, a food safety and quality leader who worked in food industry more than 7 years, a writer in opinion essay and One Health initiative. I am also content educator for food safety and quality, food registration and writing tips.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Hak Perlindungan dan Moral Anak

22 Februari 2020   17:37 Diperbarui: 22 Februari 2020   17:39 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saat ini jumlah pengaduan kekerasan terhadap anak baik untuk bullying di pendidikan dan media sosial meningkat dengan pesat. Setiap hari kita disuguhi berita dan menonton fenomena kekerasan terhadap anak. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terdapat 37.381 laporan dan 2.473 laporan tersebut diantaranya mengenai bullying dalam kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019. Fakta ini tentunya harus menjadi keprihatinan kita semua.

Sebagai contoh peristiwa yang baru-baru ini terjadi di SMAN 12 Bekasi dimana seorang guru melakukan pemukulan terhadap kedua siswanya dikarenakan terlambat. Nahasnya, perbuatan ini direkam oleh salah seorang siswa dan videonya viral. Dan akhirnya seperti yang mudah kita tebak adalah sekolah menonaktifkan guru tersebut, dinonaktifkan dari jabatan sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan dan terancam dipenjara setelah dilaporkan ke pihak kepolisian dengan tuduhan tindakan kekerasan pada anak.

Menariknya tidak lama setelah dinonaktifkan oleh pihak sekolah dan Dispendik Jawa Barat, muncul sebuah petisi di change.org dengan judul Jangan Mutasi/Menonaktifkan Pak Idi.

Hingga hari ini (16/2), berdasar data dari www.change.org, jumlah yang menandatangani petisi ini sudah mencapai 1.079 akun. Fakta ini tentu membuat kita dilematis dan kritis, faktor apa yang melatarbelakangi munculnya petisi ini dimana seorang guru yang dituduh melakukan kekerasan kepada siswa malah dibela oleh siswa nya sendiri? Bahkan pada saat guru tersebut meninggalkan sekolah, banyak siswa berkumpul dan menangis di lapangan untuk meminta agar pak Idianto, guru yang diduga melakukan pemukulan, agar tetap dipertahankan.

Berdasarkan uraian penjelasan yang saya kutip dari petisi tersebut, terdapat tiga faktor penyebab para siswa membela pak Idianto antara lain memiliki integritas yang tinggi, bersih dan pengetahuan yang luas. Ketiga karakter inilah yang menjadikan pak Idianto diidolai oleh para siswa. Makanya meskipun memang diakui dalam menegakkan sesuatu seorang pak Idianto dianggap melakukan kekerasan, akan tetapi menurut para siswa tersebut banyak perubahan yang dilakukan misalnya aturan-aturan ditegakkan, pungli diberantas hingga menjadikan sekolah menjadi lebih berkarakter.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014 Pasal 54 ayat 1, anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Sepintas pasal ini bertujuan sangat baik untuk melindungi siswa dari tindakan kekerasan apapun di lingkungan sekolah, namun sebenarnya jika diperhatikan lebih jauh pasal ini bisa multi-tafsir dan rentan untuk disalah gunakan.

Kejadian kekerasan pada siswa yang dilakukan oleh tenaga pendidik di sekolah selalu berujung pada hukuman kepada guru, baik penyelesaian secara kekeluargaan melalui sang guru untuk meminta maaf kepada korban beserta orang tuanya hingga berujung mutasi serta penonaktifan dari jabatan hingga pidana. Sanksi seperti ini sudah sangat umum diterima bagi pelaku kekerasan kepada siswa, tanpa pernah melihat secara khusus kasus per kasus.

Sebagai contoh kasus diatas, bahwa pak Idianto melakukan pemukulan kepada kedua siswa dilatarbelakangi oleh kedua korban yang sudah mengetahui dirinya terlambat terkesan sengaja untuk santai dan kurang menghiraukan instruksi. Hal inilah yang diduga memicu emosi dari pak Idianto hingga terjadi pemukulan tersebut.

Memang kita semua sepakat bahwa tindakan kekerasan apapun tidak dibenarkan meskipun tujuannya adalah sebagai pembinaan. Namun tentu,

pemerintah dan aparat negara harus dapat secara jernih dalam memberikan sanksi bagi guru.

Tidak semua kasus kekerasan guru kepada murid yang terjadi di sekolah selalu dititikberatkan sanksinya kepada guru. Perlu juga melihat pemberian sanksi kepada korban yang bersangkutan.

Untuk kasus diatas jika dilihat secara jernih adalah akibat dari kesan menyepelekan dan tidak menghiraukan guru. Jikalau sudah begini tentu saja akan sangat wajar jika pada akhirnya guru berusaha untuk 'menertibkan' siswa yang kurang menghormati tersebut. Hal tersebut juga sama jika misalnya para orang tua sedang memberikan nasihat kepada anaknya dan anak tersebut tidak menghiraukan sama sekali. Lantas pertanyaannya, apakah sebagai orang tua tidak marah dan jengkel jika sang anak berlaku demikian?

Kondisi yang terjadi demikian juga tidak luput akibat dari orang tua yang 'toxic'. Toxic disini dimaksudkan bahwa orang tua cenderung selalu membela anaknya meskipun kadang mengetahui anaknya telah melakukan hal yang salah. Harusnya tidak demikian, posisikan orang tua melihat kasus secara utuh, jika anak melakukan salah memang tidak perlu mencari pembenaran apa yang dilakukan namun jika benar maka perlu bilang benar.

Cukup sudah kejadian memprihatikan penikaman guru yang dilakukan oleh siswa September 2019 yang lalu di Manado. Kejadian tersebut dilatarbelakangi pelaku tidak terima ditegur oleh korban, dalam hal ini guru, dikarenakan kedapatan tengah merokok dan minum minuman keras di lingkungan sekolah. Bagaimana jadinya jika guru tersebut lantas mendiamkan perilaku siswa tersebut hanya karena tidak berani melakukan sesuatu karena 'takut' pada undang-undang perlindungan anak.

Saya sendiri tentu sepakat jika pemberian sanksi diarahkan ke hal yang mendidik, misalnya penambahan PR (pekerjaan rumah) hingga pemberlakuan sistem scoring.

Namun, bagaimana efektiftas dari pemberian sanksi tersebut. Untuk beberapa tindakan kenakalan siswa yang menyangkut untuk sikap dalam menghargai guru tentu tindakan kekerasan fisik perlu dipertimbangkan. Akan tetapi sebelum kearah sana, tetap perlu diberikan teguran terlebih dahulu hingga pemanggilan kedua orang tua. Apabila kedua langkah tersebut sudah dilakukan, namun belum ada perubahan maka perlu dilakukan upaya tindakan kekerasan fisik.

Kekerasan fisik disini memang tentunya melanggar dari sisi Hak Asasi Manusia (HAM). akan tetapi kekerasan fisik disini dimaksudkan bertujuan untuk mendidik siswa sehingga tindakan yang dilakukan tidak sampai membuat siswa itu sakit keras dan meninggal. Hanya upaya penertiban siswa agar dapat menghargai serta menghormati guru di sekolah.

Selain itu, upaya yang dapat diambil dalam menertibkan kenakalan siswa di sekolah adalah dengan mengembalikan kembali kepercayaan bahwa posisi guru adalah sebagai orang tua di sekolah. Jadi orang tua perlu memberikan kepercayaan tersebut kepada guru dimana semua tindakan yang diambil asalkan tidak berlebihan yang menyebabkan sakit keras hingga meninggal adalah sebagai salah satu bentuk untuk mendidik. Terkadang itu merupakan salah satu bentuk dari perhatian guru kepada anak didiknya.

Pihak kepolisian dan pemerintah juga perlu lebih memperhatikan detil kasus per kasus, tidak kesannya menghakimi secara sepihak bahwa jika terdapat tindakan kekerasan pasti guru adalah tersangka dan pasti salah, sedangkan siswa selalu benar. Tempatkan sanksi secara proporsional kepada guru maupun murid yang sifatnya membangun dan mendidik. Jangan sampai membentuk prinsip yang pada akhirnya membuat guru menjadi acuh-tak acuh terhadap seluruh perilaku anak didiknya hanya dikarenakan 'ketakutan' oleh asas perlindungan HAM.

Pada akhirnya tindakan kekerasan fisik pada anak tentu saja tidak dibenarkan, namun pemberian sanksi proporsional kepada guru yang berniat mendidik siswa patut dipertimbangkan. Hal tersebut disebabkan penanaman pendidikan dan moral anak di sekolah merupakan tanggung jawab yang mulia seorang guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun