Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] "Saya Malah Akan Memberdayakan Kawasan Kumuh"

17 Oktober 2016   01:11 Diperbarui: 17 Oktober 2016   06:40 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pribadi kampung kumuh

"Serius, Pak? Itu bukannya merusak citra perkotaan modern dan bersih?"Tanya seorang wartawan media 'on-line' yang kebetulan cenderung berpihak pada Gubernur lama yang mencalonkan kembali.

"Iyalah. Kawasan kumuh itu harus dinilai dengan kejujuran bahwa kota ini masih gagal meniadakan orang miskin, gagal mengurangi 'imigran gelap' dari daerah lain dan gagal membujuk mereka meninggalkan kekumuhan. Menggusur mereka dari satu titik, mereka mungkin saja membuat gubuk di titik lain dan belum tentu pindah."Kata sang calon dengan cerdas.

"Ini program yang terkonsep? Karena Bapak memakai kata memberdayakan tadi, maksudnya apa?"Tanya seorang wartawan media cetak yang pemimpin redaksinya simpatisan partai pendukung si Cagub yang masih 'kinyis-kinyis'.

"Begini, kawasan kumuh di tengah kota modern seperti ini adalah sesuatu yang aneh. Puluhan tahun digusur, selalu ada lagi. Habis dana untuk menggusur dan ternyata tidak menyelesaikan persoalan utamanya. Nah, di negara lain kawasan kumuh itu tidak ada, yang ada hanya beberapa rumah reot yang akhirnya dirobohkan menjadi taman atau direnovasi. Saya akan mengembangkan 'wisata kumuh' untuk turis manca negara yang bosan dengan wisata alam atau wisata wahana permainan. Kita tawarkan 'wisata sosial' kepada mereka. Masyarakat kumuh kita minta jangan kriminal saja ke turis, cukup berbincang-bincang, menceritakan penderitaan mereka, keinginan mereka dan mimpi mereka. Siapa tahu ada yang menyumbang ini dan itu, beasiswa atau pekerjaan....."Katanya semangat.

"Dan misalnya 500 ribuan kepala keluarga dan 2 jutaan orang miskin kota itu sudah tersumbang semua oleh para turis, anda mengharapkan kawasan kumur itu akan hilang sendiri, berganti dengan 'apartement' atau kompleks perumahan?" Tanya wartawan media asing yang ikut tertarik pilkada kota besar ini.

"Oh, tidak. Kawasan kumuh itu tetap dipelihara tetap kumuh, tetapi hanya bangunannya saja dikesankan kumuh, berdinding kayu lapuk atau bambu, tetapi pondasinya tetap dibuat kuat tahan gempa, bila perlu keluarga itu membangun ruang yang layak di bawah tanah dari rumah kumuh tadi, dengan fasilitas modern. Tujuannya supaya turis tetap datang, turis tetap menyumbang dan turis yang berbahagia itu pulang ke negaranya dengan bahagia karena merasa sudah berbuat sesuatu untuk orang di kawasan kumuh yang dia anggap sangat tidak beruntung. Tetapi, kalau sumbangan seperti ini, pada keluarga yang sebenarnya sudah mapan, tetap dikenakan pajak penghasilan. Di tiap kawasan ada petugas pajak yang bertanya ke turis berapa sumbangannya ke tiap keluarga..." Dan semua wartawan melongo.

Ini ide gila tetapi masuk akal. Wisata kekumuhan, wisata solidaritas sosial untuk para turis yang butuh berbagi. Karena kalau mereka menyumbang, maka uang itu tidak dikenakan pajak, kalau dibelikan sesuatu, itu ada pajaknya.

"Pak Cagub, kalau anda terpilih dan tidak ingkar janji, saya yakin seluruh kota di negeri ini akan mencontoh program anda dan turis akan berdatangan membawa uang berlimpah. Negeri kita akan banyak dapat devisa, tetapi kekumuhan tetap dijaga, rakyat yang tampak miskin dan menganggur tetap harus tersedia. Ini ide hebat yang dari dulu dianggap memalukan, tetapi di tangan anda seperti menjadi peluang bisnis." Wartawan media sosial pun menyalaminya, dia netral, tidak memihak, karena memang sudah golput sejak lahir.

"Saya rasa, anda semua harus mengerti, kalau program yang saya tawarkan sama-sama menggusur kekumuhan, saya pasti kalah. Untuk itu saya harus membuat program yang berbeda dan ternyata menurut saya itu adalah ide tersuper sepanjang hidup saya...."Semua wartawan menyalami, termasuk wartawan asing, walaupun dia sadar nanti targetnya adalah wisatawan dari negerinya yang kebanyakan serba berkecukupan dan suka berbagi.

Ya, kalau program yang ditawarkan 'garing', siapa yang mau pada si kinyis-kinyis?

logo-kompal-5803c2a7c923bd490b8b4567.jpg
logo-kompal-5803c2a7c923bd490b8b4567.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun