Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mampukah RCTI dan iNews Melawan Politisi yang "Youtuber"?

30 Agustus 2020   22:47 Diperbarui: 30 Agustus 2020   22:35 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sengaja saya ambil gambar reklame tukang gigi di tulisan ini sebagai analogi yang mungkin tidak pas terhadap gugatan media "mainstream" terhadap beberapa media sosial seperti "youtube". 

Karena beberapa tahun lalu pernah heboh dokter gigi yang meminta keberadaan tukang gigi ditertibkan atau malah dilarang karena sering melakukan tindakan yang mengakibatkan komplikasi yang kurang baik, tetapi ternyata ijin praktek tukang gigi tetap diperbolehkan, walau hanya untuk memasang gigi palsu yang lepas. Kenyataanya di lapangan ternyata tidak hanya yang diijinkan yang dikerjakan.

Bisa dimengerti mengapa dokter gigi menjadi "keki" dengan keberadaan tukang gigi, karena sekolahnya dokter gigi itu susah dan mahal, lalu untuk membuat prakteknyapun banyak persyaratanya dan pasti tidak murah, lalu mereka harus bersaing dengan profesi yang pendidikannya mungkin otodidak atau hanya turun temurun dan tempat praktek yang terkadang mirip warung makan dari papan.

Tarifnyapun sangat jomplang, misalnya dokter gigi memasang kawat gigi dapat 10 jutaan, tukang gigi terkadang sanggup hanya dibayar sejuta-dua juta. Bikin gigi palsupun apalagi, tarif mereka lebih murah pula.

Alasan "kemanusiaan" yang mungkin mendasari masih diperbolehkannya tukang gigi melayani masyarakat, mungkin akan sama pula dengan gugatan media-media resmi terhadap media sosial ini, apalagi di masa pandemi ini hampir semua politisi mengikuti jejak selebriti untuk memakmurkan akun-akun dunia mayanya.

Lagian pula sudah ada Undang-undang ITE yang sering dipakai oleh masyarakat sebagai alat mengendalikan nilai-nilai moral kalau dirasakan ada penyimpangan=penyimpangan di sebuah tayangan untuk publik.

Mungkin nanti kalau senayan sudah dikuasai oleh partai-partai yang ketuanya pemilik media "mainstream", akan ada hasil yang menjanjikan, tetapi kalau sekarang menurut saya sulit. 

Kalau setuju angkat tangan, yang tidak setuju silahkan buat tanggapan atau komentar. Okey?

Sumber: dokumentasi KOMPAL
Sumber: dokumentasi KOMPAL

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun