Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Mulutnya Jangan Dicolok-colok, Bu..."

12 Oktober 2019   05:30 Diperbarui: 12 Oktober 2019   05:44 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi colok mulut (dokumentasi pribadi)

"Dok, Pasien di "bed" I-3 sepertinya ada masalah pikiran, deh. Kalau habis makan beberapa sendok, itu mulutnya dia colok-colok sendiri sampai muntah-muntah dan keluarga yang menjaganya membiarkan saja."Info perawat yang mendampingi kunjungan pasien pagi itu.

"Oh, ya? Kamu lihat sendiri?" Tanya saya.

"Beberapa kali, dok. Perawat lain juga ada yang melihat dan keluarganya juga kalau ditanya mengaku si ibu suka masukkan tangan ke mulut, karena katanya kalau sudah muntah baru perutnya enak." Informasi yang berharga ini saya konfirmasi ke beberapa perawat lain dan keluarga pasienpun saya panggil untuk memperoleh informasi pastinya.

Ternyata si suami dan ibunya mengakui kebiasaan si pasien usia akhir 20-an itu untuk menclok-colok mulutnya sampai muntah-muntah karena katanya lebih enak, padahal alasan dia dirawat adalah dehidrasi karena muntah-muntah lebih 10 kali sehari dan lemas sampai kaliumnya pun agak turun dan kreatinin serumnya meningkat menandakan ginjalnya mulai terganggu.

Kasus inipun mulai jelas di hari kedua perawatan dari informasi "colok-colokan" tadi karena sebelumnya agak membingungkan karena si pasien tetap muntah walau diberi obat anti muntah yang paling kuat (biasa untuk pasien kanker yang baru kemoterapi) tetapi masih muntah juga.

Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, si pasien diberikan obat antidepresi dan besoknya mual-muntahnya berkurang, "colok-colokan" mulutnya menghilang dan si pasien minta pulang sendiri dengan mulai tersenyum padahal sebelumnya mukanya mau menangis terus.

Kasus seperti ini dapat dikategorikan anorexia nervosa atau gejala depresi berat lainnya yang mulai mengganggu kesehatan tubuh secara serius ditandai dengan hipokalemia dan penurunan fungsi ginjal. Kalau tidak "ketangkap tangan mencolok" oleh perawat maka kasusnya akan melulu dipikirkan oleh dokter sebagai kasus 100% fisik karena asam lambung, karena infeksi kuman H. pylori atau malah autoimun, alergi sampai kelainan genetik yang aneh-aneh.

"Pantasan dokter hampir separuh pasiennya sering dikasih obat penenang, ya. Sebagian besar kasus yang dirawat ternyata ada "stress-nya"..."Kata si perawat yang baru pertama kali melihat ada kelainan begini sejak lulus.

"Memikirkan penyakitnya yang tidak normal padahal sudah berobat kemana-mana pun sebenarnya sudah membuat beberapa pasien bertambah "drop". Jadi harus dibantu saat perawatan dengan obat penenang, minimal mereka tidak terlalu memikirkan beratnya penyakit dan cukup istirahat." Kata saya.

Disini juga sangat menentukan informasi tambahan dari perawat, pekarya, pemberi makan di ruangan yang waktunya lebih banyak di bangsal jika ada kejadian khusus yang menarik dari pasien-pasien selama perawatan. Terkadang solusi terbaik untuk si pasien malah didapat dari informasi lapangan yang sepintas lalu tidak penting.

Karena di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, sebaliknya kalau jiwanya terganggu suatu saat tubuh juga akan sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun