Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Jokowi dan Pencitraan yang Tidak Tertirukan

9 Maret 2019   11:52 Diperbarui: 9 Maret 2019   12:23 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: screenshoot from youtube

Ketika Presiden Joko Widodo pulang ke istana Bogor naik kereta KRL, banyak pihak sebelah mengatakan itu pencitraan, maksudnya adalah membuat gambaran yang menaikkan kepopulerannya sebagai presiden yang sederhana, tidak takut dengan rakyat banyak dan mau susah.

Apakah perlu pencitraan seperti itu lagi sekarang saat keterpilihannya di banyak lembaga survey "credible" berjarak 2 digit dari lawan?

Saat ini yang menjadi perebutan pihak yang ikut pemilihan umum hanyalah "swing voter" dan golongan putih yang jumlahnya 15-25%, yang mungkin terdiri dari:

1. Fanatik kepada tokoh politik lain, di luar kedua pasangan calon. Tidak lolosnya jagoannya karena sistem pilpres saat ini, membuatnya memilih tidak memilih, kecuali ada hal-hal luar biasa terjadi di sisa waktu terakhir yang membuatnya ingin seseorang terpilih atau ingin yang lainnya tidak terpilih.

2. Sangat membenci kedua pasangan calon. Ini mungkin tidak akan terselamatkan lagi, karena apapun yang terjadi tetap tidak memilih.

3. Pembenci sistem demokrasi atau pembenci dasar negara ini. Mereka pasti tidak akan partisipasi, kalau perlu memboikot pemilu.

4. Kelompok sangat cuek, merasa mendingan main futsal atau ke pantai saat libur pemilu 17 April 2019 nanti daripada ke TPS.

Mungkin hanya kelompok 1 dan 4 yang masih bisa "digoyang" untuk memilih Jokowi dan pencitraan naik KRL sepulang tugas bukanlah hal yang istimewa banget bagi mereka, kecuali kalau Jokowi terbang mirip superman. 

Tetapi kalau diprotes itu pencitraan pun sebenarnya tidak membuat "swing voter" menjadi berniat menghukum Jokowi dengan memilih lawannya.

Jadi, naik KRL itu menurut saya pencitraan yang biasa buat Jokowi dan tidak membahayakan pihak lawan. Walau efeknya cukup heboh di media sosial, hanya sekadar lebih meneguhkan "lovernya" memilih dia dan menekankan "haternya" untuk tetap memilih lawannya.

Kembali ke judul, bila politisi lain, naik KRL, "disetting" sedemikian rupa, apakah akan menimbulkan efek yang sama? Belum terlihat ada yang seperti itu, contoh lain misalnya ada tokoh politik menggendong cucunya ke mall atau mengajak cucu angkat (kalau cucu kandung belum punya) di pasar, apakah akan dianggap itu pencitraan yang sukses juga? Belum ada beritanya yang demikian, kecuali kalau medianya diundang untuk meliput, dibayar, pasti akan diheboh-hebohkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun