Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Sama dan Beda Mahar Politik dan Mahar Pelakor

21 Januari 2018   06:13 Diperbarui: 21 Januari 2018   09:09 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dicuplik dari: https://www.youtube.com/watch?v=viW0M5R2BLo

"Ah, masak Boy? Ada persamaan dan bedanya?" Tanya Prof. Entah kenapa dia dipanggil begitu tetapi dari sejak mengenalnya tiga tahun yang lalu, hampir semua temannya di dunia maya memanggilnya dengan gelar itu. Boy tinggal ikut saja, karena dia yang ganteng dan bergaya terkini bak Onky Alexander di film Catatan si Boy pun maklum dipanggil Boy, padahal nama aslinya Togar atau Tagor, tidak jelas juga sudah lama nama itu tidak dipakai.

"Persamaannya Prof, keduanya salah kaprah, karena mahar itu seharusnya hanya untuk pernikahan antara pria dan wanita yang resmi yang ada syarat emas kawinnya, hantar-hantarannya, itu kalau tidak ada penikahannya tidak memenuhi syarat. Uang sepuluh ribu pun cukup, kalau si lelaki tega. Tetapi terkadang memang disengaja mengatur jumlah uangnya sesuai tanggal menikah misalnya 21 juta seratus dua ribu delapan belas rupiah, disesuaikan dengan tanggal hari ini, sampai uang delapan belas rupiahnya dicari benar dari uang kuno yang ada di kolektor barang antik, bila perlu...." Boy dengan logat Bataknya menggelegar menyusul tertawa, entah apa yang lucu, teman ngobrolnya hanya bisa senyum dan manggut-manggut.

"Masuk akal, karena sudah terjadi pengalihan arti, karena dianggap meminang dan membayar sesuatu yang spesial, itu dipakai untuk hal-hal baru, padahal berbeda jauh peristiwanya, di politik hubungan si pembayar dan penerima mahar tidak ada janji sehidup dan semati, sementara pelakor apa lagi, dia bukannya dinikahi dan dianggap bagian dari hidup yang diumumkan ke masyarakat, tetapi hanya disimpan saja di apartemen...." Dasar pintar, dia manggut-manggut maklum.

"Satu lagi persamaannya, ya itulah, harus rahasia, tidak boleh diumumkan, kalau diumumkan pasti akan celaka salah satu atau dua-duanya..." Boy menghirup kopi di cafe itu dengan seruputannya yang khas, berbunyi kuat dan tajam, kalau ada gadis manis atau ibu muda yang duduk disamping pasti menoleh dan meliriknya karena seruputan seperti itu biasanya cowok yang kalau mencium bibir wanita gayanya mirip menyeruput kopi juga...Watah...

"Oke, perbedaannya apa, Boy?" Si teman bicara yang usianya di 50 tahunan tetapi masih ganteng seperti George Clooney dan Pierce Brosnan ini terlihat penasaran.

"Beda harganyalah Prof. Mahar Pelakor yang diakui oleh si wanita yang ngartispaling mahal adalah 20 milyar, terdiri dari 10 milyar apartemen mewah di kawasan elit dan 20 milyar isinya. Si wanita ini mengaku mau dengan si pengusaha karena ditawari mahar segitu disamping janji biaya hidup, biaya dugem berikut biaya nyimeng  yang selayaknya." Si ganteng tersenyum melihat lawannya melongo.

"Referensi kamu termahal 20 milyar, ya? linknyakasih ke aku, ya. Walau ini tidak ilmiah-ilmiah amat dan sulit dibuktikan pakai kwitansi, tetapi tetap menarik." Si om cendikiawan antusias.

"Benar, Prof. Yang mahar politik, saat ini yang berani berkoar-koar hanya di 40 milyar, padahal isu-isunya kalau si calon mempelai kebelet banget sementara nilai jualnya rendah, maharnya harus diatas 100 milyar."Si Boy mengatakan itu sambil berbisik, karena di meja 10 dan 11 di cafe  itu ada 5 orang mengobrol dengan serius dan pakaiannya seragam dengan warna baju yang identik dengan partai tertentu dan mukanya serius dengan kata-kata obrolan memakai istilah-istilah politik terkini, seperti budged,survey, elektabilitas, OTT, negosiasi, bargaining dan cyber army.

"Oh, tingkat keterbeletan menentukan ya?"Prof mengangguk-angguk, Pantas saja ada guru besar yang diminta menjadi kepala daerah di daerah tertentu, mengaku tidak diminta uang, malah dijanjikan dana kampanye dari partai-partai untuk berani ikut persaingan. Karena dia yang dikebeleti oleh si pelamar. 

"Samalah seperti kami orang Batak, Prof. Terkadang mas kawin atau sinamot untuk si wanita dikasih pengantin wanita sendiri, kok. Supaya tidak malu keluarganya sinamotnya kecil, padahal si pria ini tidak punya duit tetapi ganteng dan brondong,tetapi si wanita misalnya sudah tua tetapi pekerjaannya sangat mapan. Begitulah kira-kira..."Boy kembali tertawa menggelegar, Prof tersenyum.

"Wah, informasi begini harusnya kita ungkap ke teman-teman yang lain supaya agak mengerti, tetapi tidak menjadi bumerang pencemaran nama baik dan lain-lain, bagaimana, ya?" Si cendikiawan gemas dengan kondisi ini tetapi sangat hati-hati dengan undang-undang pencemaran nama baik, padahal yang dia mau bahas sebenarnya namanya sudah tercemar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun