Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Dari Pandemi, Bahasa,Kuasa, Budaya, hingga Anarkisme dan Fanatisme

25 Januari 2021   15:43 Diperbarui: 27 Januari 2021   09:59 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                                  

"Buku yang menarik. Sebuah refleksi situasi sosial yang sangat aktual dan penting dari masyarakat Indonesia kontemporer yang diangkat melalui pemikiran-pemikiran tentang kebudayaan, sejarah, dan politik, dengan mengingatkan kembali betapa krusialnya emansipasi kemanusiaan untuk digunakan sebagai sebuah perspektif dalam mencari jawaban-jawaban atas rangkaian persoalan pelik yang saling berkelindan yang kerap kali melampaui batas-batas wilayah bahkan kebangsaan itu sendiri."

(Hari Nugroho, Sosiolog, Universitas Indonesia)   

Ulasan Buku oleh: Dr. Hilmar Farid


Sudah hampir setahun dunia bergulat dengan bencana Covid-19. Jika di masa awal ada rasa panik dan ketakutan karena berhadapan dengan sesuatu yang tidak terlihat maka sekarang ini sudah ada ruang untuk refleksi. Seiring dengan bertambahnya informasi tentang virus itu sendiri dan cara penanganannya, maka refleksinya juga bertambah mendalam.

Buku yang ditulis Mohamad Irfan ini adalah refleksi dari penulisnya terhadap situasi yang kita hadapi setahun belakangan ini. Tapi berbeda dengan banyak tulisan lain yang banyak mengutip laporan ilmiah dan kebijakan pemerintah, titik tolak dan sudut pandang yang dihadirkan Irfan adalah pengalaman konkret sehari-hari dari orang kebanyakan, rakyat pekerja.

Pembahasannya tidak berhenti pada aspek kesehatan tentu saja tapi juga aspek sosial dan ekonomi, dan Irfan menunjukkan bahwa kita tidak bisa kembali ke normal yang lama. Dan sudah semestinya demikian. Karena normal yang lama itulah yang menghasilkan bencana yang kita hadapi hari ini. Pathogen tidak jatuh dari langit tapi merupakan produk salah urus lingkungan oleh manusia.

Kita juga tidak bisa ujug-ujug membentuk "normal baru" karena normal yang lama sesungguhnya tidak normal. "Normal" yang lama berdiri di atas penderitaan, ketimpangan, ketidakadilan sosial, kerusakan lingkungan hidup. Dari sudut pandang rakyat kebanyakan kondisi seperti itu jauh dari ideal dan sama sekali tidak normal.

Irfan lebih jauh mengatakan bahwa diperlukan tidak lain adalah perubahan yang mendasar. Kehidupan tidak bisa dikelola dengan cara-cara lama. Jika kita ingin survive sebagai manusia, sebagai spesies. Semua sektor saat ini terdampak oleh pandemi. Besar kemungkinan kondisi seperti sekarang belum akan berubah drastis di tahun depan, dan untuk beberapa negara, bahkan di tahun berikutnya.

Di tengah situasi seperti ini sudah sepatutnya kita memikirkan sebuah tatanan baru berdasarkan kesepakatan baru. Sebuah kontrak sosial baru, dalam bahasa Irfan. Di atas tatanan baru inilah kita merintis kehidupan yang lebih sehat, manusiawi, adil dan selaras dengan alam. Tentu ini bukan pemikiran yang sama sekali baru. Sejak lama orang menyuarakan pentingnya perubahan tatanan ini.

Di masa-masa yang tenang orang cenderung menjadi mapan dan mengabaikan gagasan seperti itu. Jika ada krisis temporer seperti krisis finansial 1998 dan 2008, mungkin akan ada perhatian sejenak terhadap pemikiran alternatif sampai tatanan lama menemukan cara untuk menutup celah krisisnya. Tapi sekarang ini situasinya sama sekali berbeda.

Tatanan lama sudah terbukti tidak bisa mengatasi kondisi yang ada. Dan suara-suara yang menuntut perubahan pun semakin lantang. Buku kumpulan tulisan Irfan ini ikut melantangkan suara perubahan. Selamat membaca!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun