Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

New Normal? Perubahan Total dan Global Yang Dibutuhkan

18 Juni 2020   15:16 Diperbarui: 22 Desember 2020   15:26 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

New Normal, Inilah istilah yang sedang ramai dibicarakan banyak orang di seantero dunia, dari pejabat negara sampai masyarakat biasa, saat pandemi bahkan belum berhenti. Ada yang mengartikannya sebagai Kenormalan Baru’, ‘Kebiasaan Baru’, ‘Kebudayaan baru, bahkan sampai ada yang mengartikannya sebagai ‘Tatanan Baru.’

Menilik dari pernyataan WHO bahwa virus corona atau Covid 19 tak tahu kapan ia akan hilang, maka agar kehidupan masyarakat bisa kembali normal namun dalam bentuk baru yakni dengan mengkuti protokol kesehatan untuk menghambat dan menahan laju penyebaran Covid 19. Tujuan New Normal adalah kehidupan berjalan seperti biasa tapi juga menghambat atau menahan laju penyebaran Covid 19. Apa itu? beraktifitas di luar rumah seperti biasa dengan menjaga jarak fisik antar orang, memakai masker, dan sering cuci tangan dengan sabun.

Apa yang baru? yang baru ya cuma itu yakni beraktifitas diluar rumah dengan menjaga jarak fisik, memakai masker dan cuci tangan dengan sabun atau sanitizer. Selebihnya ya tidak ada yang baru, sama seperti sebelum pandemi, “back to  normal”, malah bisa jadi makin menjadi jadi. Kembali membuang sampah atau limbah seenaknya seperti biasa, hutan-hutan terus digunduli atau diganti dengan tanaman komersil seperti biasa, bahan bakar fosil terus mengotori udara dan langit seperti biasa. Bisa jadi eksploitasi sumber daya alam dan manusia semakin gila-gilaan, demi menggenjot pertumbuhan ekonomi karena selama pandemi ekonomi merosot tajam. Bila ini terjadi maka kerusakan alam semakin buruk dan membahayakan kehidupan semua makhluk di bumi.

Maka dari itu jangan sampai kita manut saja dengan framing New Normal yang cuma parsial yakni beraktifitas di luar rumah seperti biasa dengan kebiasaan yang baru sesuai protokol kesehatan  supaya dapat menghambat penyebaran covid 19.  Pandemi Covid 19 dan pandemi-pandemi sebelumnya lebih hanyak diframing seputar kesehatan saja, gaya hidup sehat, seolah-olah ia adalah persoalan yang berdiri sendiri. Padahal sama dengan perosoalan-persoalan  umat manusia lainnya, ia tidak berdiri sendiri, tidak pernah malah,. Ya, ia bertautan erat dengan sistem sosial ekonomi politik dan kebudayaan yang dominan dan banyak berlaku di hampir seluruh dunia selama berdekade-dekade.

Merebaknya masalah rasisme di seluruh dunia, imbas dari kasus George Floyd, memperlihatkan bahwa pandemi Covid 19 tidak berdiri sendiri. Kita tahu bahwa lebih dari 1,7 juta orang AS telah terinfeksi covid 19. Sebanyak 103.000 orang lebih telah meninggal. Data dari Centers for Disease Control menunjukkan bahwa orang kulit hitam lebih banyak dirawat di rumah sakit karena virus corona. Ketidak setaraan ekonomi, kurangnya kases ke layanan kesehatan berkualitas, kualitas pangan, ketidak adilan struktural lainnya, berkontribusi pada orang kulit hitam yang paling terkena dampak pandemi secarara tidak proposional. Orang kulit hitam juga lebih banyak menjadi korban penembakan di AS. Padahal populasinya di AS kurang dari 13 persen.

Bahkan gelombang unjuk rasa belakangan berkembang menuntut reformasi kepolisian AS. Di Inggris demonstrasi anti rasisme berkembang menjadi demonstrasi anti kolonialisme dan anti White Supremacy. Dengan demikian gelombang unjuk rasa di hampir semua negara bagian di AS juga memperlihatkan bahwa rasisme dan ketidak adilan adalah lebih jauh lebih berbahaya dari pada virus corona. Dan ternyata unjuk rasa gaya ‘old normal’, mobilisasi massa di jalan-jalan masih pun belum bisa digantikan dengan unjuk rasa daring, online atau virtual.

Kerusakan-kerusakan alam akibat ulah manusia tak bisa dibantah juga turut andil dalam munculnya pandemi. Ya sekarang ini kita meyaksikan pandemi terburuk dalam seratus tahun terakhir ini. Namun itu tak terjadi secara kebetulan atau berdiri sendiri. Virus-virus telah hidup sangat lama di bumi dan selalu ada banyak virus-virus yang tak terhitung banyaknya di alam liar di seluruh dunia. Jadi tak ter-elakkan kalau mereka berpindah ke manusia karena pengrusakan alam atau lingkungan hidup. Penularan virus dari hewan liar ke manusia ini juga berkaitan erat dengan perdagangan hewan ilegal.

Kota-kota di seluruh dunia terus berkembang dan orang-orang pun hidup berdekat-dekatan, berbagi ruang sepanjang waktu. Terutama di negara-negara berkembang, kota-kota megapolitan telah berkembang dalam tingkat yang mencengangkan di dalam beberapa dekade terakhir yang mana antara infra struktur dan kewaspadaan keamanan pangan tak sejalan dengan pertumbuhan ini. Maka terbentuklah suatu pasar tanpa keamanan pangan, dimana para pedagang menjual hewan-hewan liar tanpa kontrol. Pasar hewan liar , apakah itu untuk pasar hewan liar untuk hewan peliharaan, untuk pengobatan, dan untuk kuliner, banyak bertautan dengan merebaknya penyakit-penyakit yang berasal dari hewan.

Akan tetapi pasar bukanlah satu-satunya hotspot bagi merebaknya penyakit-penyakit. Di sekitar kota-kota ynag berkembang dengan cepat, pengrusakan alam pun leluasa melalui perluasan tanah bagi perumahan, pertanian dan insfrastruktur. Sekali habitat-habitat hewan dirusak, mereka pun ramai-ramai masuk ke kota-kota, dimana mreka bisa dengan mudah mendapatkan makanan dari tempat sampah manusia. Hewan-hewan ini pastilah membawa semua penyakit yang ada di tubuh mereka.

Tindakan menggunduli hutan dan merubahnya menjadi ladang –ladang mengakibatkan makin berkurangnya habitat dan memaksa hewan-hewan liar hidup bersama saling berdekat-dekatan sehingga membuat populasi hewan menjadi stress, yang berarti populasi-populasi yang terganggu tersebut akan menjadi lebih rentan terhadap virus-virus.

Virus-virus merupakan suatu bagian yang normal dari ekosistem yang utuh, mereka biasanya tidak melompat ke spesies yang lainnya dengan mudah dan biasanya tetap tinggal di dalam satu populasi hewan. Namun dengan penyebaran yang semakin jauh, maka sebenarnya kita telah memfasilitasi penyebaran penyakit-penyakit. Pada saat yang sama, kita pun bergerak lebih dekat ke hewan-hewan liar ini dan meningkatkan peluang bagi virus-virus ber-transmisi ke manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun