Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Migran Sedunia dan Multi Diskriminasi Pekerja Migran

17 Desember 2019   01:29 Diperbarui: 21 Desember 2019   22:33 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Memang banyak negara memberikan kesetaraan perlakuan secara hukum kepada pekerja migran berdokumen dengan warga negaranya, seperti remunerasi , jam kerja, hari libur diberi upah, dan umur minimum, namun mereka masih mendapatkan dan menghadapi aneka macam pembatasan-pembatasan. Pekerja migran juga masih mengalami kejadian-kejadian dan banyaknya perlakuan-perlakuan berbeda bergantung pada status migrannya mereka, yaitu apakah mereka permanen atau temporer, dan menurut apakah mereka itu berketrampilan tinggi atau berketrampilan rendah.


Kebanyakan kebijakan-kebijakan migrasi nasional condong untuk memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama antara warga negaranya dengan pekerja migran untuk jabatan-jabatan berketrampilan tinggi daripada mereka yang tak bertrampilan dan pekerjaan-pekerjaan berstatus rendahan. Pekerja migran bertrampilan tinggi atau bahasa kerennya para 'diaspora' ini biasanya ditawari untuk tinggal permanen ketimbang yang bertrampilan rendah. Tawaran-tawaran tersebut tak pelak lagi sulit didapatkan bagi pekerja bertrampilan rendah, yang sudah terjerembab rentan eksploitasi dan pelanggaran hak-haknya. Para pekerja migran berketrampilan rendah ini adalah hasil dari ketiadaan kesempatan yang sama dalam pendidikan dan pekerjaan di negara asal mereka karena jenis kelamin, agama, atau ras mereka, di negara tujuan para pekerja migran bertrampilan rendah mengalami diskriminasi yang jauh lebih buruk.


Keadaan pekerja migran yang tak menentu ini telah menjadi keprihatinan khusus. Di dalam kasus pelanggaran undang-undang nasional oleh majikan, mereka para pekerja migran mendapatkan kesulitan mengklaim hak-hak yang mereka miliki atau menuntut ganti rugi di pengadilan, karena di beberapa negara tak menyediakan kemungkinan semacam itu atau tiadanya hak pekerja migran untuk memiliki akses proses legal dalam bahasa yang mereka mengerti. Terlebih lagi dibanyak negara pekerja migran tak berdokumen karena dirampas oleh otoritas yang kompeten ini, tak memiliki kesempatan atau waktu untuk meminta pembayaran upah dan faedah asuransi atau jaminan sosial, apalagi mengajukan banding. Perlindungan terhadap hak-hak dasar pekerja migran berada dalam situasi tak menentu, termasuk perlindungan dari diskriminasi karena ras, etnis, atau pun jenis kelaminnya. Sungguh menyesatkan dan bohong bila ada pihak yang bilang kalau mereka tak punya akses prosedur hukum.


Namun bukan berarti keadaan buruk pekerja migran tak bisa dilawan, karena  serikat-serikat pekerja dan buruh di seluruh dunia terus menerus mengambil langkah untuk memperbaiki keadaan buruk pekerja migran. Misalnya meningkatnya perjanjian bilateral dan multilateral yang ditandatangani oleh serikat-serikat pekerja dan buruh dari negara-negara asal dan negara-negara tujuan untuk membantu pekerja migran dan memerangi eksploitasi dan diskriminasi terhadap pekerja migran. Contohnya perjanjian yang disetujui oleh serikat pekerja Mauritania dan serikat pekerja Spanyol, atau antara serikat pekerja Indonesia dengan serikat pekerja Malaysia.

Diskriminasi di Tempat Kerja, Pendekatan Strukturalis Versus Maskulinitas

Berbicara mengenai persoalan diskriminasi, ada baiknya membahas sedikit pendekatan-pendekatan atau perspektif-perspektif terhadap masalah diskriminasi, terutama diskriminasi di tempat kerja. Dalam tulisan ini, tidak membahas sampai mendalam dan detil perpspektiif-perspektif ini, mungkin lebih tepat memperkenalkan dua perspektif besar terhadap soal diskriminasi di tempat kerja.

Pendekatan Strukturalis
Menurut Vicki Schultz dan Stephen Petterson dalam suatu studi empirisnya "Race, Gender, Work, and Choice," pendekatan strukturalis berusaha mengaitkan kekuatan dari luar, seperti bias sosial, disadari atau tak disadari, bersama struktur-struktur yang dibuat majikan guna merespon retorika bahwa majikan tak memegang tanggung jawab atas diskriminasi sosial.


Susan Sturm, seorang profesor bidang hukum dan tanggung jawab sosial dari The Center for Institutuional and Social Change at Columbia Law School, berpendapat bahwa diskriminasi struktural di tempat kerja merupakan sebuah bentuk diskriminasi di tempat kerja yang halus dan kompleks, namun sama merusaknya dengan diskriminasi generasi pertama, karena ia terus menerus memupuk pola-pola interaksi antar kelompok di dalam tempat kerja dan seiring dengan waktu menahan atau membatasi kelompok-kelompok yang tidak dominan untuk masuk.  Struktur-struktur diskriminatif ini memiliki efek membatasi yang sama seperti halnya dengan hambatan-hambatan yang kelihatan jelas agar tidak masuk atau naik jabatan. Bentuk pelecehan ini bisa terdiri dari kompentensi perempuan yang direndahkan, menahan atau membatasi mereka dari interaksi sosial yang sangat penting, dan sanksi-sanksi yang diberikan yang berangkat dari stereotip terhadap gender atau orientasi seksual.


Pendekatan strukturalis berargumen bahwa fakor-faktor politik, sosial, dan ekonomi yang dimasukkan dari luar malah memperbesar perbedaan-perbedaan. Faktor-faktor yang sama ini mempengaruhi dan dipengaruhi oleh praktek-praktek majikan di tempat kerja. Yang harus lebih diperhatikan adalah bagaimana kekeuatan-kekuatan yang ke diambil dari luar beroperasi di dalam organisasi-organisasi tempat kerja. Dengan memfokuskan pada interaksi antara kekuatan-kekuatan dari luar dengan struktur-struktur di dalam tempat kerja akan menerangkan bagaimana diskriminasi bekerja di dalam tempat kerja pada masa kini.  Namun pendekatan strukturalis juga mempermasalahkan apakah kekuatan-kekuatan dari luar tersebut benar-benar dari luar, bisa jadi majikan sendiri yang  telah atau sedang melakukan sesuatu di tempat kerja untuk memperkuat  atau meningkatkan perilaku-perilaku diskriminatif.


Lalu, bagaimana pendekatan strukturalis bekerja untuk mengenali praktek-praktek diskriminatif ? Pendekatan strukturalis mulai dengan  prinsip-prinsip atau argumen-argumen atas struktur-struktur organisasional di tempat kerja. Argumen semacam itu melibatkan hubungan antara anggota-anggota kelompok dalam dan kelompok luar. Pendekatan organisasi menunjukkan ke-efektifan pada komitment yang kuat,  yang kemudian menjadi budaya perusahaan, pada produktifitas perusahaan, dan pada hubungan-hubungan di tempat kerja yang stabil. Dan komitmen yang kuat membutuhkan norma-norma yang kuat di tempat kerja. Tipe budaya organisasional ini melahirkan perilaku-perilkau diskriminatif dengan mengijinkan bias kelompok-dalam menjadi alat menjaga keharmonisan, mempersatu padukan.  Struktur-struktur yang dibangun oleh majikan sebagai budaya perusahaan yang didesakkan kepada para pekerja, bertanggung jawab atas munculnya diskriminasi. Dengan kata lain, karena majikan (paling sering  melalui para atasan secara organisasional) membuat keputusan struktural mengenai sistem pegambilan keputusan, distribusi kekuasaan, organisasi kerja, kepemimpinan dan grup-grup kerja,  maka keputusan-keputusan struktural tersebut membentuk konteks pengambilan keputusan penerimaan dan penempatan tenaga kerja.


Berkenaan dengan tempat kerja para migran, sebuah tipe karakterisasi yang mirip pun bekerja. Pendekatan strukturalis mengungkap bahwa majikan yang mencari pekerja yang tunduk patuh membentuk struktur-struktur pekerjaan yang hanya menarik para pekerja tersebut yang pilihan-pilihannya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan kemasyarakatan. Para pekerja yang tak berdokumen adalah yang paling rentan terhadap pengaruh dan hambatan kemasyarakatan dan hukum yang membatasi pekerjaan mereka, kesempatan-kesempatan mereka. Struktur tempat kerja menentukan pekerjaan-pekerjaan apa yang tersedia, tingkat upah, dan mobilitas pekerja. Para pekerja yang menjadi target inilah yang membuat sebuah pendekatan diskriminasi mengena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun