Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bebas dari Peraturan-Peraturan yang Mengekang, Daya Tarik Anarkisme bagi Kaum Muda

17 Mei 2019   00:10 Diperbarui: 11 Desember 2019   23:01 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dalam sejarah gerakan sosial, gerakan politik di Indonesia,  pemikiran-pemikiran anarkisme sangat sedikiti diketahui. Sejarah Moderen Indonesia lebih banyak di dominasi oleh gerakan-gerakan nasionalis dan gerakan kiri. Namun pada masa sebelum kemerdekaan ada fakta yang menunjukkan bahwa salah satu kritik atas sistem kolonial di Hindia Belanda datang dari seorang penulis anarkis bernama Eduard Douwes Dekker, dengan nama samaran Multatuli.  Tulisan-tulisannya mencoba membangkitkan opini publik menentang kolonialis. Pada awal abad ke 20 tulisan-tulisan multatuli memberikan pengaruh yang siknifikan kepada para anarkis dan buruh-buruh sindikalis di Belanda. 

Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, cucu keponakan dari Multatuli, seorang pribumi dari keluarga Indonesia-Eropa, merupakan salah satu dari pemimpin gerakan anti kolonial di Hindia Belanda. Selama perjalanannya di Eropa tahun 1910-1911 ia membangun kontak dengan aktifis dari gerakan radikal untuk pembebasan negeri-negeri koloni, diantaranya Krisnvarma dan Anarkis India Har Dayal.  Kembali ke Jawa ia lalu menerbitkan majalah  "Het Tijdschrift," artikel-artikel dari penulis kiri dan radikal dari luar pun ia terbitkan, termasuk tulisan dari Krisnavarma dan Har Dayal. Pada tahun 1913 ia dengan terbuka menulis bahwa perlawanan terhadap kolonialisme sebagai sebuah kewajiban moral, karena betapapun lunaknya rejim kolonial, sistem ini tetapa saja berdasarkan ketidaksamaan, ketidak adilan dan privilese bagi penguasa, dan menjadi sebuah bentuk despotisme dan tirani. Sebagai metode perjuangan EFE Douwes Dekker menyebutkan demonstrasi, agitasi, revolusi, perlawanan pasif, pemogokan, boikot dan insureksi.  Namun demikian ketika ia membentuk Partai Hindia Nasionalis radikal, tak ada anarchism di dalam program dan kegiatan dari parati ini.

Serikat buruh yang muncul di HIndia Belanda pada dekade pertama abad 20, dipengaruhi oleh Sosialis Marxis, yang pada tajun 1914 membentuk Serikat Sosial Democratis Hindia atau ISDU. Anggotanya aktif di dalam Serikat Serdadu dan Pelaut, yang Pada tahun 1918 mendalangi pemebrontakan serdadu dan pelaut AL di Surabaya. SElain hegemoni  sosial demokrat dalam gerakan ini, ada referensi pengaruh anarkis, meskipun tak seluruhnya jelas darimana sumbernya apakah mereka pendukung sadar dari gagasan-gagasan anarkis,atau sekedar menunjukkan sentimen radikal dan "subversif." 

Juga ada berita mengenai demonstrasi serdadu pelaut di Surabaya pada tahun 1916 yang menyebabkan ketidakpuasan atas buruknya nutrisi dan perlakuan, kurangnya lingkungan yang sehat, surat kabar lokal "Soerabaijasch Nieuwsblad" menyebut bahwa "seseoang pelaut muda dengan gagasan-gagasannya yang jelas-jelas anarkis" berusaha membujuk kawan-kawannya agar jangan berhenti melanggar undang-undang. Demonstrasi dilakukan tanpa persetujuan dari pimpinan Serikat Serdadu Pelaut dan lalu bentrok dengan polisi, dan terjadi tembak menembak, dan mengakibatkan 5 orang terluka. Partai Buruh Sosial Demokrat Belanda  mengeluhkan adanya elemen anarkis diantara pesonil serikat serdadu Pelaut, dan mengumumkan melawan elemen anarkis di tubuh serikat Serdadu.  Sampai-sampai Panglima Angkatan Darat Hindia Belanda mengumandangkan  menangkal militer bergabung dengan serikat dan asosiasi serikat yang membuat "propaganda yang murni anarkis."

Juga ada kerja-kerja propaganda di Hindia Belanda melalui orang-orang anarkis kristen Belanda dan anarko  komunis relijius. Porpaganda mereka mengumandangkan non-violence, Hidup di Alam, vegetarianisme, dsb. Pada tahun 1923 cabang dari gerakan ini terbentuik di Hindia Belanda pada tahun 1923.

Anarkisme di Hindia Belanda juga dilakukan oleh orang-orang anarkis Tiongkok mulai dari sebelum Perang Dunia Pertama.  Mereka melakukan kontak erat dengan orang-orang se-ide di Tiongkok, Filipina, dan British Malaya. Atas inisiatif Biro Komunikasi dari Partai Pekerja yang berbasis di Singapura, cabang-cabang dibentuk di beberapa kota di Hindia Belanda seperti di Makasar, Batavia, Semarang, Surabaya, dan Kupang.

Nampaknya, sel-sel anarkis pertama antara tahun 1914 dan 1916, seperti ditunjukkan oleh Review of The Anarchist Movement in the South East Asia. Dalam laporan tersebut, terbit dalam publikasi anarkis Tiongkok pada tahun 1927, disebutkan bahwa di HIndia Belanda ada "banyak kamerad yang melakukan yang terbaik menyebarkan propadanda "minsheng" ( Suara Rakyat). Surat kabar "Minsheng" dibentuk di Cina SElatan oleh anarkis Liu Shifu. Pada April tahun 1919, anarkis Liu  Shixin, saudara dari Liu Shifu, membentuk "Partai Buruh di Semarang.  Lalu kerja-kerja anarkis juga diatur melalui cabang-cabang Serikat Pekerja orang-orang tiongkok atau Partai Buruh di Surabaya dan kota-kota lainnya. Menurut intelejen Inggris, pemerintah di HIndia Belanda anara tahun 1918-1920-an mengalami masalah yang besar dengan kelompok-kelompok anarkis tiongkok di Jawa, Sumatra dan Celebes.   

Pada bulan Maret Liu Shixin ditangkap, dan dideportasi dari Hindia Belanda karena mempropagandakan gagasan-gagasan anrcho-communism. Begitu pula rekan-rekannya di Jawa juga di deportasi dari Hindia Belanda. 

Meski direpresi, gerakan anarkis tak langsung kalah. Buktinya mereka mengilhami gelombang pemogokan oleh para buruh kereta api yang pecah pada tahun 1920-1921 di sumatra oleh buruh-buruh kereta api dari Perusahaan Deli Railway Company. Mereka menuntut kenaikan upah. Pemogokan tersebut diikuti oleh ribuah kuli kontrak dan buruh sipil kereta api, dan didukung oleh para petani setempat dengan beras dan makanan. Tentara pun dikirim ke sana untuk menumpas pemogokan tersebut.  RAtusan buruh pun ditangkap dan dipenjara, pemogokan pun padam setelah 15 hari mogok. Anarkis tiongkok yang mengilhami pemogokan besar tersebut adalah seorang anarkis komunis, Zhang Shimei, yang datang ke Medan dari Singapura. 

Menurunnya kerja-kerja anarkis di Hindia Belanda bukan hanya karena represi, tapi juga menghilangnya gerakan tersebut di negeri tetangga, malaya.  Salah satu jejak terakhir dari kehadiran anarkis Tiongkok di Hindia Belanda adalah aktifitas dari Fu Wumen. Dia menerbitkan bebrapa macam publikasi anarkis antara tahun 1918-1924. Dan tahun 1928 dia datang ke Surabaya. Sampai tahun 1929 tak ada bukti partisipasinya di dalam gerakan anarkis. 

Meskipun terdapat kontak antara mahasiswa Indonesia di Belanda dengan kaum anarkis Belanda, namun kedua pihak tak menemukan bahasa yang sama. Bagi kaum muda Indonesia nasionalis, mereka menginginkan negara Indonesia merdeka. Sementara kaum anarkis Belanda menganggap pendirian negara Indonesia tidak akan menghapus penindasan oleh kelas penguasa, hanya mengganti penguasa penindasnya. Seiring dengan pendudukan jepang, tak banyak kabar akan gerakan anarkisme selama pendudukan Jepang. Setelah kemerdekaan pun tak ada gerakan anarkisme yang nyata. Sampai kemudian muncul kembali pada tahun 1990-an. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun