Mohon tunggu...
POP PASSWORD
POP PASSWORD Mohon Tunggu... Penulis - •_•

a pluviophile

Selanjutnya

Tutup

Music

Album Tulus "Langsung dari Konser Monokrom Jakarta": Kenapa Kita Membutuhkan Lebih Banyak Live Album dari Musisi Indonesia

27 Mei 2021   17:09 Diperbarui: 27 Mei 2021   17:30 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kebanyakan negara Barat, istilah Artis digunakan untuk pekerja seni, apapun itu bentuknya, seni rupa, seni lukis, seni teather, dan sebagainya. Di Indonesia, istilah Artis hanya sebatas selebritas, orang yang sering muncul di televisi atau berfollower banyak di sosial media. 

Lalu ada istilah Vokalis yang di Indonesia digunakan hanya sebatas untuk anggota band yg bernyanyi, sedangkan di sana digunakan untuk semua musisi yang menggunakan vokal, baik itu dalam sebuah band maupun solois. 

Lalu ada istilah penampil, yang di kebanyakan negara Barat digunakan untuk semua artis atau musisi yang melakukan penampilan atau performance terutama dengan skala di atas rata-rata. Lalu di antara ketiga istilah tadi, kita mengenal Tulus, yang dikenal sebagai "Artis" di Indonesia, namun sayangnya menurut opini saya, bukan.

Sebuah album yang Tulus rilis, dan saya dengarkan di platform streaming, Spotify, menarik saya untuk menulis tulisan ini. Album itu berjudul Langsung Dari Konser Monokrom Jakarta (Live) yang memang merupakan versi rekaman dari konser Tulus dengan judul yang sama. Tapi, apa yang istimewa dari album yang tidak direkam di studio rekaman, hanya direkam dari sebuah pentas dan berisi lagu-lagu yang sudah pernah dirilis sebelumnya? 

Jawabannya adalah keberanian. Indonesia tidak pernah dan tidak akan pernah kekurangan musisi atau penyanyi berbakat, tapi industri musik, suka tidak suka, mempengaruhi keberadaan mereka dan keberadaan lagu dan/atau album mereka. Tulus punya modal dan keberanian yang besar untuk merekam konsernya dan mengubahnya dalam bentuk audio. 

Apakah akan laku? Saya tidak tahu, tentu perlu data untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi akan menjadi penting pada saat hanya sedikit musisi Indonesia yang pernah merilis album audio live. 

Saya mencari melalui google dan hanya menemukan catatan tentang Krisdayanti (tahun 2001) dan Dewa 19 (tahun 2004) yang pernah merilis album live di Indonesia, selebihnya saya pernah mendengar di Spotify, RAN (tahun 2018). Mudah-mudahan saya salah dan masih ada banyak musisi Indonesia yang merilis album livenya. 

Tapi bukankah ini jumlah yang sangat sedikit jika melihat banyaknya jumlah musisi Indonesia yang pernah atau masih berkarya? Di Amerika Serikat, album live sudah sangat jamak dan gampang ditemukan, menurut catatan saya ada Whitney Houston (tahun 2014), Beyonce (tahun 2007, 2010, 2019), Elton John (tahun 2007), Stevie Wonder (tahun 1970), Aretha Franklin (tahun 1968, 1971, 1982, 2007), Diana Ross (tahun 1974, 1983) dan banyak lagi yang lainnya. 

Uniknya, album-album ini tidak pernah benar-benar dipromosikan layaknya album rekaman studio dan memang tidak dianggap sebagai "real album". Pada saat Beyonce mengeluarkan album live Homecoming setelah album keenamnya Lemonade, Homecoming tidak akan tercatat sebagai album ketujuh Beyonce, melainkan album live ketiga Beyonce. 

Lalu apabila mengesampingkan faktor profit dalam perilisan album-album itu, apa yang benar-benar dicari dari live album tersebut? Ada beberapa kemungkinan, yang pertama, sang penyanyi dapat membuktikan bahwa dia mempunyai kualitas vokal yang memadai dan penampilan live-nya pantas dijadikan sebuah album audio. 

Kemungkinan kedua, penyanyi bisa me-recreate aransemen lagu dan membedakannya dari versi album studio. Sejarah musik mencatat, bahkan lagu versi dari penampilan live bisa dinominasikan di Grammy Awards, tercatat Adele dan Pharell Williams masing-masing pernah memenangkan Grammy melalui live version dari Set Fire To The Rain dan Happy. Kemungkinan ketiga, menunjukkan keartisannya, dengan penebalan pada kata ART. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun