Mohon tunggu...
Popi Irawan
Popi Irawan Mohon Tunggu... Dosen - My Only Kompasiana Account

Warga biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mendamba Pariwisata yang Tangguh di Pascapandemi Covid-19?

5 Oktober 2021   14:40 Diperbarui: 5 Oktober 2021   14:46 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pandemi COVID-19 yang mewabah di seluruh pelosok bumi sudah berlangsung lebih dari satu setengah tahun. Berbagai segi kehidupan terdampak secara drastis. Salah satu yang terparah terkena imbas pageblug adalah sektor pariwisata. 

Tak heran karena sektor ini begitu mengandalkan mobilitas manusia secara temporer. Pergerakan manusia ini mencakup skala yang beragam, mulai dari skala kecil hingga besar, dari cakupan area yang kecil hingga turisme antarbangsa (international tourism).

Akhir-akhir ini, seiring dengan membaiknya kondisi di Tanah Air dari pandemi COVID-19--yang dibuktikan dengan turunnya level PPKM di berbagai daerah, ada keinginan yang besar dari kalangan industri dan pelaku wisata untuk segera memulai kembali (restart) pariwisata. Amat dipahami jika keinginan berwisata sudah begitu besar dirasakan sebagian masyarakat. 

Juga amat dipahami bagaimana pelaku industri pariwisata ingin segera memulihkan usahanya. Akan tetapi, apakah pariwisata akan pulih seperti sebelum pandemi? Jika iya, format pelancongan macam apa yang memungkinakan?  

Sejujurnya, risiko yang dihadapi dengan memulai kembali pariwisata saat ini masih ada. Ada dua alasan yang melatarbelakangi kekhawatiran ini. Pertama, penularan masih bisa terjadi di level komunitas. 

Artinya, tidak diperlukan mobilitas orang antarnegara untuk terjadinya penyebaran virus. Kedua, cakupan vaksinasi masih harus ditingkatkan.

Belajar dari betapa dalamnya krisis yang ditimbulkan pandemi COVID-19 pada sektor pariwisata, maka diperlukan dekonstruksi pola pikir pengembangan pariwisata kita. 

Setidaknya, kita harus berpikir bahwa pengembangan wisata massal, yang menelan biaya besar untuk pembangunan infrastruktur dan investasi, terbukti sangat rapuh saat diterjang krisis. 

Sebaliknya, desa-desa wisata justru adalah format wisata yang lebih tangguh (resilient) di tengah krisis karena bagi desa wisata, turisme sesungguhnya bukan satu-satunya penggerak ekonomi. 

Sebenarnya, para ahli sudah jauh-jauh hari mengingatkan akan bahaya ketergantungan sepenuhnya pada sektor pariwisata sebagai satu-satunya motor penggerak ekonomi suatu daerah.  

Hal lain yang perlu dijadikan pelajaran adalah betapa pemahaman yang baik dan pelaksanaan  protokol kesehatan sangatlah vital. Kebiasaan sehat harus menjadi "budaya" baru dalam industri pariwisata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun