Mohon tunggu...
Ponisah permata sari
Ponisah permata sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Zu

Andam Karam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja

3 April 2022   20:56 Diperbarui: 3 April 2022   21:00 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pria tua dengan pakaian rapi berdiri di depan pintu rumah tuanya. Rambut beruban yang sudah jarang hingga bisa terhitung dengan jari, disisir rapi dan klimis. Kemeja katun lengan pendek berwarna biru lusuh dipasangkannya dengan celana bahan berwarna hitam. Menutup hingga separuh tumit keriput berlipatan dengan usia. Dia mengalungkan kedua tangan pada bokongnya. Bertautan seperti sedang menggendong sesuatu. Menjilat bibir keringnya, kembali ke dalam rumah. Meraih sebuah sendal hitam berbahan semi kulit. Dia tertawa. Itu adalah sendal pemberian putri bungsu yang sedang ia tunggu kedatangannya. 

Menghela napas ragu. Menyiratkan harapan dan sendu pada relung matanya. Dia memandang lurus pada barat. Dimana biru, violet, dan jingga menyapu ufuk. Beradu saling menenggelamkan. Rembulan belum terlihat tetapi rekah kegelapannya perlahan naik. Mengajak angin sore ikut meyambut kedatangannya. 

"Hatur, Kek," sapa seorang bocah melewati ambennya. 

"Mangga." Senyum ramah dari wajahnya menyambut. Menarik kedua bibir bertautan dengan pipi. Gigi kecil disebelah taringnya terpaksa keluar menyambut angin mengeringkannya. Dan bibir atasnya sedikit malu terangkat menutup gusi kecoklatan di sekitar gigi seri yang telah tiada. 

"Ayah!" panggil bocah lainnya. Muncul dari balik tembok rumah tetangga. Dia membawa sesuatu dalam genggamannya. 

"Lihat! Senja mendapatnya dari kandang bebek Ni Arum." Membuka kepalan tangannya. Ada siput pemalu yang sedang bersembuyi dalam cangkangnya. Supardi tersenyum. 

"Kenapa, Adek, mengambilnya? Itu keong, untuk makanan bebek Ni Arum." 

"Ayah, jangan beritahu pada Ni Arum. Senja ingin memeliharanya," ucap gadis kecil itu memelas. Dia menggenggam tangan kiri Supardi dengan tangan kanannya. Seolah memohon untuk menyimpan rahasia kecilnya dari Ni Arum. 

Supardi mengangguk kecil. Dengan girangnya gadis kecil itu bernyanyi sembari menari-nari kecil membawa keong dalam genggamannya. 

"Ayah!" panggilan lain dari ujung jalan menyambutnya. 

Seorang gadis dengan seragam putih abu-abu berlari mengampiri. Senyum riangnya memutar waktu menjadi lebih terang dan cerah di bawah terik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun