Mohon tunggu...
Afriandi Prasetya
Afriandi Prasetya Mohon Tunggu... pegawai negeri -

suami dari seorang istri yang menakjubkan, dan ayah dari seorang anak yang tampan dan dua orang anak yang cantik http://pondokecil.wordpress.com http://tbws.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Televisi Membunuh Rasionalitas

14 Februari 2011   15:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:36 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pada awalnya manusia bertukar kabar, berita, riwayat, dan kisah melalui para penyair, pelajar, pedagang dan pelancong yang datang dan pergi mengelilingi negeri-negeri. Penyebaran informasi yang terjadi secara normal pada saat itu dapat dibilang tidak cukup dinamis, kecuali untuk urusan politis dimana kabar dikirim melalui para penunggang kuda agar penerima informasi dapat mengetahui lebih cepat. Seiring dengan ditemukan dan dikembangkannya teknologi, pewartaan mengalami revolusi yang sangat signifikan. Koran dan radio sempat menjadi alat informasi terkemukan di tahun-tahun revolusi industri, perang dunia hingga abad ke-20. Menjelang abad 21, televisi mulai memainkan peranannya menjadi alat pewartaan yang cepat dan dapat dilihat oleh para pemirsanya. Didukung oleh teknologi, evolusi televisi bisu dan hitam putih menjadi televisi realistis dan kaya warna, mampu menyiarkan tayangan secara langsung dari tempat kejadian. Adalah hal yang terbayangkan terjadi di masa lalu hanya mampu dilakukan oleh para penyihir melalui bola kaca, cermin, atau baskom airnya.

Selain saluran berita, televisi menawarkan saluran hiburan dengan berbagai macam bentuknya. Sandiwara yang zaman dahulu kala dinikmati melalui lakon-lakon, kemudian didengar melalui radio, menjelma dalam bentuk gambar film dan sinetron di televisi. Permainan-permainan yang dahulu hanya ada di pasar malam, kemudian kuis di majalah dan radio, masuk ke televisi dengan hadiah-hadiah yang menggiurkan. Fiksi pun merambah kepada modifikasi fakta demi kepentingan komersial. Skenario dibuat untuk tayangan realita, mampu mengharu biru maupun mendidihkan amarah penonton. Bahkan yang lebih berbahaya lagi adalah adanya tren perburuan warta dan penayangan berita dilakukan secara telanjang bulat tanpa klarifikasi. Barangkali hal ini dipicu oleh putus asanya pemirsa disuguhi berita yang terbungkus rapi sehingga mengaburkan hal sebenarnya.

Pada tahap berikutnya dunia ilmiah dan akademis yang kaya rasionalitas dan logika menjadi musuh utama produk-produk pertelevisian. Setiap orang dapat membuat premis dan konklusi seadanya, tanpa memedulikan sah atau tidaknya silogisma yang dibuat, berdasarkan informasi yang diperoleh dari televisi. Para sutradara tayangan berita (alias editor) maupun tayangan hiburan dan sinema, secara bebas mengarahkan pemirsanya kepada kondisi yang menguntungkan mereka yaitu meningkatkan rating pengunjung untuk meraup iklan sebanyak-banyaknya demi menghidupi kelangsungan beroperasinya stasiun televisi.

Dari televisi, masyarakat belajar menjadi instan: memperoleh kekayaan dalam waktu cepat dengan mengikuti kuis; menjadi tenar dengan mengikuti perlombaan bakat; menjadi terkenal dengan ikut-ikutan gaya selebritas; mengenal budaya urban yang hedonis. Ada pula sisi positif televisi yang tertatih-tatih mencoba mengimbangi arus negatifnya yang terlalu deras. Sinetron dibuat sambung-menyambung tiada akhir. Tayangan berita dibuat berseri seperti sinetron. Menampilkan kontradiksi dan menggiring opini. Bahkan termasuk menggoyang kursi pemerintahan. Di saat demikian, televisi telah berhasil menggantikan peran para penyihir masa lalu, membunuh rasionalitas penerima informasi, menggerakkan pemirsa kepada kepentingan-kepentingan yang mendanai keberlangsungan stasiun televisi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun