Mohon tunggu...
Poe Three
Poe Three Mohon Tunggu... Arsitek - citizen of the world

Keep Calm and Write It On..

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Masa Depan Bumi Kita, Resensi Buku "Bumi yang Tak Dapat Dihuni" Karya David Wallace-Wells Bagian 1/2

3 Juli 2020   14:38 Diperbarui: 6 Juli 2020   18:07 1992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

The Uninhabitable Earth -- Bumi yang Tak Dapat Dihuni | David Wallace-Wells | 2019 | Cetakan Kedua, 2020 | Penerbit Gramedia Pustaka Utama | ISBN : 978-602-06-3234-6 | halaman 330 | Genre : Social Science

Jaman Keemasan Manusia

Antroposen adalah istilah yang menjelaskan masa dimana manusia sebagai penguasa/pengendali di muka bumi beserta segala yang berada di dalamnya (juga diatasnya), singkatnya masa sekarang. Segala hal yang terjadi saat ini merupakan tujuan maupun dampak dari tindakan manusia untuk mengolah bumi demi kepentingannya.

Berawal dari era pertanian, menetap, beternak yang berlanjut dengan adanya revolusi industri hingga era globalisasi saat ini, manusia secara sadar dan tidak (seringnya tidak) telah menghasilkan emisi karbon yang menghangatkan bumi dari tahun ke tahun.

Prediksinya adalah jika suhu bumi naik 5 derajat Celsius dari saat ini, maka bumi ini tidak bisa ditinggali lagi oleh manusia. Benarkah begitu? Buku ini menguraikan bagaimana hal ini bisa (tepatnya akan) terjadi di masa generasi kita (rentang usia manusia 60-80 tahun), dari kacamata seorang jurnalis senior New York Magazine yang selama karirnya mencermati dan menulis tentang perubahan iklim, sains dan teknologi.

Berikut gambaran dari hal-hal yang paling menarik (juga menakutkan) bagi saya ketika membaca buku ini.

Panas Maut. Panasnya udara membuat manusia butuh untuk mendinginkan dan hidrasi tubuh, karena ginjal kita bisa rusak ketika dehidrasi. Maka kita menggunakan pendingin udara atau AC. Pendingin udara saat ini sudah memakan 10% dari penggunaan listrik dunia, yang emisi karbonnya berkontribusi terhadap bertambah panasnya udara. Seperti sebuah siklus yang tidak bisa kita hindari.

Kelaparan. Padi-padian dan jagung merupakan bahan makanan pokok bagi 2/3 penduduk bumi. Saat ini suhu udara rata-rata di bumi sudah optimal bagi kehidupan jenis-jenis tanaman tersebut, artinya penambahan suhu diatasnya akan mempengaruhi pertumbuhan, mengurangi kandungan gizi, dan menurunkan angka panennya. Di sisi lain, jumlah manusia terus meningkat tiap tahunnya. Do the math.

Tenggelam. Permukaan air akan naik dari tahun ke tahun karena pemanasan global. Kota-kota yang berada di tepi pantai akan terancam tenggelam, berakibat banyaknya pengungsi ke daerah yang lebih tinggi dan aman, menyebabkan urbanisasi akan merambah ke hutan dan area pelindung.

Kebakaran. Bila pohon mati, baik karena alasan alami, karena api, atau ditebang manusia, maka pohon akan melepaskan karbon ke atmosfer. Kebakaran hutan merupakan umpan balik iklim yang paling ditakuti karena ketika harusnya hutan berfungsi menyerap karbon ketika kebakaran malahan menjadi sumber karbon yang telah diserapnya. Kebakaran hutan menyebabkan panas yang berakibat makin banyak dan makin lamanya kebakaran. Indonesia yang lahannya mayoritas gambut disebut memiliki resiko lebih besar untuk kebakaran.

Bencana Tak Lagi Alami. Dalam dunia yang 4 derajat lebih panas, ekosistem bumi akan dipenuhi banyak sekali bencana alam sehingga kita menyebutnya cuaca. Kemampuan adaptasi manusia termasuk yang paling hebat dibanding spesies lain di bumi sehingga kita mulai terbiasa dengan bencana, kita bahkan menyebutnya dengan istilah New Normal. Kenormalan baru ini tersirat bahwa kondisi sebelumnya lebih baik, kita cuma tidak punya pilihan selain beradaptasi. Buku yang ditulis tahun 2019 ini sudah mengutip tentang New Normal yang saat ini, Juli 2020, dunia mengadaptasi istilah tersebut untuk kondisi penyesuaian terhadap pandemi dunia.

Kekurangan Air. Jumlah manusia yang terus bertambah menyebabkan kita mulai berlomba-lomba mengambil cadangan air dalam tanah atau akuifer. Akuifer sendiri tidak dapat cepat pulih dan memerlukan jutaan tahun untuk terbentuk. Pertanyaan bukankah apakah bisa habis, tapi kapan.

Laut Sekarat. Rusaknya terumbu karang akibat limbah manusia menjadi kabar buruk bagi seperempat biota laut yang tergantung padanya, dan penghidupan bagi setengah miliar manusia.

Udara yang Tak Bisa Dihirup. Paru-paru butuh oksigen, namun ketika kita bernapas tidak hanya oksigen yang kita hirup. Kenyataannya kandungan karbondioksida yang terus meningkat turut kita hirup ketika bernapas. Jika kandungan karbondioksida meningkat diatas 2x lipat dari saat ini akan menyebabkan penurunan kemampuan kognitif hingga 21 persen, efeknya akan lebih terasa di dalam ruangan, misalnya sekolah dan kantor. Ironis mengingat seringkali lingkungan-lingkungan tersebut sengaja kita rancang demikian untuk meningkatkan kemampuan intelektual.

Bagian selanjutnya akan membahas beberapa dampak dari pemanasan global ini seperti Wabah (termasuk pandemi yang sedang dunia alami), Ambruknya Ekonomi dan Konflik akibat perubahan iklim. Setelahnya, penulis juga mencoba menjabarkan usaha-usaha kaleidoskop iklim sebagai bentuk penanganan dan 'ramalan' tentang bagaimana perubahan iklim dapat mengubah dunia yang kita kenal sekarang.

Sampai Jumpa di Part 2/2. Feel free to comment, react even follow for future updates. It will be much appreciated =)

Semoga kebahagiaan membaca selalu meginspirasi kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun