Mohon tunggu...
Mayang Efaristalya
Mayang Efaristalya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi jurusan Agribisnis/Fakultas Pertanian-Peternakan/Universitas Muhammadiyah Malang

saya memiliki ketertarikan dalam bidang bisnis dan lain-laiin.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kelompok 80 PMM Bhaktiku Negeri UMM: Hari Raya Karo Desa Gubugklakah

30 September 2022   00:36 Diperbarui: 30 September 2022   00:38 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam Kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) Bhaktiku Negeri Universitas Muhammadiyah Malang di bawah naungan Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Kelompok 80 Gelombang 08 dibawah bimbingan Ibu Dian Ika Kusumaningtyas M.Pd mengikuti kegiatan Hari Raya Karo bersama warga Desa Gubugklakah yang dimana kami menjadi panitia bekerja sama dengan ketua karang taruna dan para pemuda karang taruna Desa Gubugklakah.

Hari Raya Karo merupakan hari raya kedua setelah Hari Raya Yadnya Kasada tepatnya dilaksanakan di bulan kedua dari 12 bulan menurut kalender Suku Tengger. Masyarakat Desa Gubugklakah merayakan Hari Raya Karo setelah Hari Raya Idul Fitri. Hari Raya Karo dilaksanakan dengan cara mengubur dua ekor kambing hitam dan putih pada gapura perbatasan sebelum masuk Desa Gubugklakah dan perbatasan sebelum keluar dari Desa Gubuklakah. Setelah itu, kambing tersebut dibungkus kain kafan yang didalamnya berisi kepala, jeroan dan kaki kambing kemudian dimasukan kedalam kendi sebelum dikubur. Daging kambing yang tidak dikubur dijadikan olahan daging pada umumnya yang akan dimakan bersama masyarakat di balai desa. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk menjaga keselamatan Desa Gubugklakah.

dokpri
dokpri

Pada malam Hari Raya Karo dilaksanakan dengan penampilan tari topeng dan pembacaan doa secara supranatural dan secara agamis. Tari topeng yang ditampilkan dianggap sebagai sarana untuk pemanggilan roh-roh nenek moyang atau roh baik untuk masuk merasuk kedalam tubuh para penari, sehingga para pelaku tidak lagi memainkan diri tetapi beralih sebagai wadah (tempat) hadirnya roh nenek moyang. Mereka datang untuk memberikan perbuatan baik atau menerima penghormatan (puja bakti). Pembacaan doa dibacakan secara supranatural yang tujuannya untuk menghargai adat istiadat Suku Tengger dan dibacakan secara agamis yang tujuannya untuk menghargai agama islam yang dianut oleh warga Desa Gubugklakah.

dokpri
dokpri
Pada hari selanjutnya setelah malam Hari Raya Karo, dilaksanakan arak-arakan dengan membawa tumpeng besar yang berisi buah dan sayur hasil pertanian warga setempat, rute yang mereka jalani yaitu memasuki setiap gang yang ada di desa gubugklakah yang bertujuan untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan warga setempat (membagikan buah dan sayur tersebut) dan rute terakhir berada di Punden. Punden adalah tempat yang dianggap sakral untuk melaksanakan kegiatan adat istiadat Desa Gubugklakah.

dokpri
dokpri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun