Mohon tunggu...
Nita Harani (Syamsa Din)
Nita Harani (Syamsa Din) Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah Ibtidaiyah

I'm Nothing Without Allah SWT. pengagum senja, penyuka sastra. wahai diriku, sebelum sutradara kehidupan berkata CUT!!! teruslah melangkah, berlari & melompat lebih tinggi. No Regret Life...No Pain, No Gain. Keep Hamasah wa Istiqomah..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamboja Luruh Menjelang Ramadan

17 Mei 2018   11:11 Diperbarui: 17 Mei 2018   11:24 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sekali -- kali bolos ndak apa Mak" aku duduk menselonjorkan kaki di bale -- bale bambu samping rumah yang langsung menghadap sawah, kubiarkan angin yang menampar wajahku dari segala arah. Pakaian mamak di jemuran dimainkan angin siang.

"Kalo mau pulang, mbok yo nelpon to Zaf, jadi mamak bisa masak tempe bacem sama numis bunga kates kegemaranmu" Mamak sibuk menyiapkan nasi dan lauk

"Itulah sebabnya Zaf ndak ngabari, kalo ngabari mamak pasti repot masak ini -- itu" aku cengengesan.

"Ada apa pulang mendadak? Apa sudah ada lelaki yang siap melamarmu?" Mamak menggodaku, aku tersenyum geli.

"Belum Mak, Zaf pulang ya karena rindu Mamak, kan seminggu lagi masuk bulan puasa" aku berkilah

"Ck..ingat lo Zaf, sudah 26, Oktober nanti usiamu genap 27, mamak ditanya terus lo sama tetangga "Yu Mar, kapan arep mantu?" aku terkikik melihat mamak menirukan gaya bertanya para tetangga.

"Sabar mak, jodoh itu tidak pernah terlambat, kita saja yang menganggapnya terlambat"

Malu juga, di usia yang hampir 27 ini, aku belum juga menikah. Teman -- teman seusiaku rata -- rata sudah punya anak. Risau? Galau? Tentu saja. Tapi, saat semua ku kembalikan pada penulis skenario kehidupan, aku kembali tenang.

"Ayolah Zaf, sedikit bergaya, belajar menarik perhatian lelaki, poles sedikit saja wajahmu yang pucat ini dengan make up, ganti pakaianmu dengan yang lebih stylish, baju gombrong, jilbab juntai, wajah pucat, bibir kering, hadeh..." petuah Lena, teman semasa kuliah itu membuatku nyengir sendiri. Dalam hatiku, kutancapkan kata -- kata "Tidak akan!"

"Zaf, mamak mau ke tempat mbah Nyami sebentar" mamak tergesa memasang jilbab kaus. Usai makan, aku kembali duduk di bale -- bale samping rumah. Bingung harus kumulai dari mana pembicaraan ini. Tak sampai 30 menit, mamak sudah pulang. Menenteng plastik hitam ukuran sedang.

"Nih..sekantung bunga kates segar, ditumis pedas campur teri, sedapnya pasti akan menghajarmu!" mamak mengangkat bungkusan hitam sambil terkekeh lalu bergegas ke dapur. Seketika hatiku terenyuh, tumis pedas bunga kates memang kegemaranku. Perasaanku makin tak karuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun