Mohon tunggu...
Alvian Dharma
Alvian Dharma Mohon Tunggu... Tutor - Epicurean

Who Am I

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Manifesto Ketiadaan

11 Desember 2018   22:36 Diperbarui: 11 Desember 2018   22:40 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak kapan ku merasa seperti ini? Sejak dulu kurasa, sejak indera ku mulai melihat dunia dan akal ku mencernanya dengan kelihaian analitik dan rasionalitas untuk membuat dunia yang absurd ini lebih mudah dicerna oleh jiwaku. 

Sekarang di sinilah aku, di atas ranjang yang kecil dengan dinding biru yang ditutupi oleh berbagai macam noda, tanda usia ruangan ini. Ruangan ini memang sempit, tetapi entah kenapa aku lebih ingin berada di dalam ruangan yang sempit daripada berada di ruangan luas---terlalu luas---aku rasa ruangan sempit ini justru membuat pikiran ku lebih terpacu untuk menjelajah arah menuju batas yang semu dan rentan. 

Apalah guna pikiran ada di dalam diri manusia jika tidak untuk menghancurkan segala batasan yang pikiran itu ciptakan sendiri, penghancuran batas-batasan itu merupakan sebuah kebajikan utama menurutku, jika kita tidak berani menembus batas alam pikiran kita sendiri dengan abstraksinya bagaimana kita mau melihat batas nyata yang terdapat di dalam masyarakat, jika kita takut untuk mengetahui yang tidak dapat diketahui dan jika kita takut mendapatkan sebuah pertanyaan yang lebih banyak dari jawaban lalu apa guna daya pikir kita ini. 

Ah, aku mulai melantur lagi dalam pikiran, mungkin efek dari ruangan sempit ini yang terlalu kuat dalam memancing kinerja imajinasi ku ini. Sungguh menakutkan sekali engkau wahai ruang sempit.

Disini kau mungkin sudah bertanya-tanya, siapakah aku? Apa karakter ku? Orang apakah aku? Bagaimana ciri tubuhku? ya, kau mungkin saat sedang membaca ini bertanya-tanya mencari kalimat eksposisi untuk memperjelas bagaimana rupaku agar imajinasimu bisa membuat sebuah bayangan nyata mengenai rupa raga dan jiwaku. 

Oh! Betapa malangnya pencarian dirimu wahai para pencari kalimat eksposisi yang budiman, haruslah kukatakan padamu sekarang ini agar kau tidak membuang waktumu: aku adalah kau, aku adalah aku, aku adalah mereka, aku adalah sesuatu yang ada, aku adalah sesuatu yang tiada, aku nyata dan semu, aku baik dan jahat, diriku adalah malaikat dan iblis, wajah ku adalah aktor dan lutung, singkatnya aku adalah semua karena aku adalah alfa dan omega, aku adalah tuhan dan aku adalah bayangan manusia, aku adalah wujud harapan dan pembawa keputusasaan. 

Tetapi yang paling benar adalah aku merupakan hasil pikiran seorang penulis amatir yang pikirannya sedang berantakan dan memiliki tulisan dan tata kalimat yang tak beraturan, seorang penulis amatir yang sedang belajar. Inilah aku wahai pembaca yang  budiman sebuah esensi abstrak dari kekacauan otak yang mencari kalimat demi ketenaran dunia sesaat.

Apakah kau tahu bagaimana aku diciptakan wahai para pemakan imajinasi? Aku berasal dari sebuah kegelisahan individu mengenai dirinya tentang masa kini, masa lalu, dan masa depan. Dari kegelisahan itulah aku lahir dan aku berkembang karena kegelisahan inilah yang membuat diriku kuat dengan kata kata yang terlahir dari imajinasinya yang rapuh dan dirinya yang mempunyai kontradiksi dan kebencian. Ia bahkan tampaknya tidak butuh lagi untuk menjelaskan latar tempat, waktu, atau suasana. Hanya di paragraf pertama ia menggambarkan latar tetapi tampaknya ia tidak butuh lagi dengan tetek bengek semacam itu. 

PERSETAN DENGAN LATAR!. Lugasnya seakan penuh dengan semangat pemberontakan anak muda yang pada akhirnya akan menggiring dia pada ketiadaan. Ketiadaan, ketiadaan, ketiadaan. ketiadaan itu yang seharusnya merupakan prinsip dari gelora jiwa muda bukan cinta, ataupun cita-cita. ANAK MUDA TIDAK BUTUH CITA-CITA, tidak butuh target masa depan, yang harus dilakukan oleh anak muda adalah berjuang menuju ketiadaan, dengan menikmati hidup dan menuju kematian usia muda. OH USIA MUDA!, OH KEMATIAN!, AKU BERSULANG UNTUKMU. Persetan dengan segala sentimentalitas tentang kehidupan dan cinta. Tolaklah aku anggur yang lezat, berikanlah aku kematian yang abadi. Ini adalah manifesto ketiadaan.

Terlepas dari semua itu, sebenarnya penulis yang membuat aku ini ingin membicarakan mengenai keasingan padamu wahai para pria dan wanita yang kesepian. Ia ingin membicarakan keasingan seorang individu di dunia yang ia tidak merasa cocok di dalamnya. Penulisku ini menjadikanku seorang pengayuh kapal untuk membawamu menyusuri sungai kesengsaraan dan penderitaan batin untuk menuju neraka yang tidak dikuasai oleh seorang dewa  ataupun malaikat. 

Ya, percaya atau tidak di neraka yang diciptakan oleh penulis ku ini tidak ada yang namanya dewa, tuhan, atau malaikat yang akan menilai dosa dan pahalamu, disini, di neraka fiksi naratif sudut pandang orang pertama yang diciptakan oleh penulis ku ini tidak ada yang dinamakan penguasa, tetapi tetap ada yang dinamakan siksaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun