SPG yang saya maksud bukanlah Sales Promotion Girls, melainkan SEKOLAH PENDIDIKAN GURU.
Ayah dan ibu saya mengajar di SPG dari pertengahan 80-an. Mereka menjadi saksi alih fungsi (baca: penutupan) SPG pada akhir 90-an. Keduanya kini pensiunan guru, belum lama.
Negeri ini menyaksikan pergantian kurikulum setiap kali ada pergantian menteri. Pendidikan seolah ditelan dunia bisnis. Bukan barang baru.Â
Konsep SPG, menurut orangtua, cukup sederhana. Ibarat supir dan kenek, orang yang belajar di SPG akan mendapat ilmu dasar untuk mengajar. Di dalamnya ada keterampilan berbicara, psikologi, etika dan pedagogi. Setelah tamat, mereka melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi untuk bidang yang lebih spesifik.
Alhasil, para lulusan SPG bisa mengajar dengan baik, setelah lulus kuliah. Tanyakan pada bapa ibu yang lebih senior, adakah pendapat ini benar adanya.
Akhirnya, rasa rindu ini muncul bersamaan dengan rasa resah dan gelisah: menyaksikan "guru-guru yang tak bisa mengajar" tetapi cuma bisa mendikte. Tak paham duduk perkara bahan ajar, lantas memaksa murid untuk mengerti.
Profesi guru semacam itu bisa digantikan oleh layar bergerak yang dilengkapi suara.Â