Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Belum terlambat aku mencintai-Mu

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru (IG: @david.usolin.sdb) Note: Semua tulisan dalam platform ini dibuat atas nama pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Teologi dan Politik Spinoza

21 November 2019   21:04 Diperbarui: 21 November 2019   21:00 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saat dipublikasikan pada tahun 1670, situasi saat itu amat berbahaya. Karena itu, ia mempublikasikan karyanya ini secara anonim dan berkala, kendati publikasinya berada di bawah perlindungan DeWitt. Risalah ini secara keseluruhan terdiri dari 20 bab yang dibagi dalam empat bagian. Metode yang digunakan oleh Spinoza adalah kajian rasional terhadap klaim-klaim teologis dan politis. Ia mengajukan argumen-argumen yang didukung dengan teks-teks Kitab Suci (textual evidence). 

Pemikiran Spinoza mengandung tendensi naturalisme dan monisme. Yang pertama dapat dilihat dari pandangannya tentang pengetahuan. Baginya, pikiran manusia bukanlah suatu ciptaan Allah yang istimewa. Pengetahuan adalah fungsi alamiah, bukannya rahmat yang bersifat supranantural. Selain itu, ia menolak analisis Descartes mengenai peran Tuhan terhadap pengetahuan manusia. 

Tentang substansi, Spinoza menekankan kesatuan (monisme). Yang ada hanyalah satu substansi. Pikiran dan tubuh manusia adalah perluasan (dalam istilah Descartes) dari substansi yang satu itu, yaitu Allah. Dalam TTP, Spinoza menulis: 

"Semakin kita tahu benda-benda alamiah, semakin besar dan semakin sempurna pula pengetahuan yang kita miliki tentang Allah. Semakin kita mengetahui benda-benda alam, semakin sempurna kita mengetahui esensi Allah, yang merupakan penyebab segala sesuatu" (TTP, Bab 4, bagian II: 60).

  Spinoza mengkritisi sikap superstitious alias kepercayaan pada takhayul.[4] Hanya dalam suasana yang bebas sajalah kesalehan akan tumbuh dan kedamaian bersama akan terjamin. Dengan kata lain, Spinoza berpendapat bahwa bukan dengan percaya kepada takhayul yang membawa kedamaian, melainkan dengan kebebasan dalam berpikir. 

 Sikap agama yang picik dan tidak sejati dapat terlihat apabila apa iman dan keyakinan seseorang tidak sesuai dengan praksis hidupnya. Seorang penyembah Allah yang sekaligus penumpah darah orang yang tak bersalah bukanlah penyembah yang benar. Orang diakui beragama secara sejati ketika perbuatannya sejalan dengan pikirannya dan perkataannya. 

Selain dalam bidang filsafat, Spinoza mengemuka sebagai cendekiawan pertama yang mempelajari Kitab Suci sebagai tulisan historis. Konsekuensinya, Kitab Suci dapat dikaji secara rasional. Ia menyelidiki tiga hal utama tentang Kitab Suci, yaitu struktur sastra, tanggal penulisan, dan pengarangnya. Berkat usahanya mempelajari Kitab Suci secara rasional (baik yang kanonik maupun tidak), Spinoza dipandang sebagai pelopor kritik Kitab Suci. Ia -- seperti halnya Moses Maimonides -- berhasrat mempelajari Kitab Suci untuk menemukan pesan-pesan rasional daripadanya.[5]

 Ia mengkritik penafsiran harfiah terhadap Sabda Tuhan, ketika orang menganggap bahwa setiap kata dalam Kitab Suci itu "tidak terbantahkan, tidak dapat salah, ilahi". Jika seseorang konsisten dengan keyakinan ini, maka perbuatannya juga harus dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Kepercayaan buta hanya membawa orang pada semacam agama formal, dan bukan iman yang dihidupi.

 

Pemikiran Spinoza tentang Politik 

Politik tidak bisa lepas dari pemerintah. Bagi Spinoza, kekuasaan bisa dipegang baik oleh individu tertentu maupun oleh kelompok. Entah kekuasaan itu dipegang oleh satu atau beberapa orang, tugasnya tetap sama, yaitu untuk menjamin perdamaian dan keamanan. Hal ini bisa terwujud apabila setiap pemegang kekuasaan mematuhi hukum, termasuk di saat mereka sedang mengatasi kejahatan. Dengan kata lain, penegakan keadilan tidak boleh sampai melanggar hukum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun