Mohon tunggu...
PKPA Indonesia
PKPA Indonesia Mohon Tunggu... -

PKPA Indonesia adalah lembaga independen yang konsern terhadap perlindungan anak.\r\n\r\nsite: www.pkpaindonesia.org

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Keluarga Inspirator Pencegahan Kekerasan Seksual terhadap Anak

10 Juni 2016   11:49 Diperbarui: 10 Juni 2016   12:41 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dominasi pelaku kekerasan pada anak

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Indonesia telah berada pada titik nadir kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak. Kekejaman penjahat seksual khususnya terhadap anak telah telah merenggut ratusan ribu korban di seluruh Indonesia, dan terus terjadi setiap tahunnya. Dari catatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang dilaporkan setiap tahunnya, kejahatan seksual merupakan bentuk kasus yang paling tinggi. Sebagai contoh adalah laporan kekerasan terhadap anak yang dilaporkan pada tahun 2015, dari 70 kasus yang dilaporkan sebanyak 51.4% (36 kasus) adalah kekerasan seksual. Menurut Catahu Komnas Perempuan 2016, saat ini kasus kekerasan seksual naik menjadi peringkat kedua dari keseluruhan kasus kekerasan terhadap perempuan termasuk anak perempuan. Bentuk kekerasan seksual tertinggi pada ranah personal adalah perkosaan sebanyak 72% atau 2.399 kasus, pencabulan 18% atau 601 kasus, dan pelecehan seksual 5% atau 166 kasus.


Situasi lebih memprihatinkan lagi karena pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah orang-orang terdekat dan sebagian dikenal  korbannya. Kita masih ingat kasus pembunuhan sadis Angeline di Bali yang dalangnya adalah ibu angkatnya. Kasus lainnya adalah yang terjadi pada dua anak perempuan kakak beradik berusia 13 dan 11 tahun di Kecamatan Delitua, Provinsi Sumatera Utara, keduanya menjadi “budak” seks ayah kandung selama 2 tahun. Di Jakarta Selatan pada tahun 2011 dihebohkan dengan terbunuhnya AK gadis 17 tahun yang dibunuh oleh Ibu Kandungnya, dan yang terbaru pada awal Mei 2016 seorang anak MA usia 6 tahun di Makasar, Sulawesi Selatan meninggal dibunuh oleh ayah kandungnya. Masih banyak lagi kasus-kasus kekerasan lainnya yang dialami anak-anak dengan pelaku orang-orang disekitar anak termasuk keluarga anak sendiri. Catatan tahunan PKPA dari laporan kasus kekerasan terhadap anak, pada umumnya tidak lebih dari 10% yang pelakunya orang tidak dikenal. Seperti laporan PKPA tahun 2015 hanya 4% yang pelakunya orang tidak dikenal.

Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo telah berwacana banyak hal terkait issu kejahatan seksual, a.l menempatkan issu kejahatan seksual sebagai bentuk “Kejahatan Luar Biasa” dan membuat Rancangan Peraturan Pemerintah Penagganti UU (Perpu) yang akan memberikan tambahan hukum berat kepada pelaku kejahatan seksual berupa hukuman kebiri kimia, hukuman mati, pemasangan alat deteksi gelang chip, dan publikasi pelaku kejahatan.Namun PERPU ini masih kontroversial, karena selain akan sulit untuk eksekusi tambahan hukuman, juga masalah pelanggaran hak asasi manusia.

Saya tidak ingin masyarakat dan pemerintah terjebak pada persoalan kontroversi rancangan peraturan, yang belum tentu dapat di gunakan. Ada hal lain yang jauh lebih rasional untuk dapat dilakukan saat ini, seperti memaksimalkan penegakan hukum dengan merujuk berbagai peraturan perundangan-undangan yang sudah ada, dan memperkuat peran masyarakat serta keluarga untuk melakukan upaya-upaya pencegahan. Saya ingin memberikan masukan kepada para keluarga tentang langkah-langkah yang realistis untuk dilakukan dalam pencegahan kejahatan seksual dengan memperkuat perlindungan kepada anak-anak di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Keluarga menjadi predator, mengapa?

Jika dulu ada nasehat orang tua mengatakan “hati-hati nak sama orang yang tidak dikenal” seperti sekarang tidak sepenuhnya berlaku.Anomali pelaku kekerasan seksual terhadap anak, bicara soal pelaku kekerasan seksual pada anak, biasanya terlintas dalam pikiran kita sosok orang tidak dikenal dengan wajah mesum atau fisik yang menyeramkan. Tetapi, ternyata tidak selamanya begitu, Karena faktanya keluarga juga banyak menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.Tentu ini sebuah anomali, karena seyogyanya keluarga adalah lingkungan paling aman disaat lingkungan masyarakat dirasa tidak aman untuk anak-anak karena maraknya kejahatan diluar rumah. Keluarga yang semestinya menjadi tempat anak-anak merindukan kasih sayang, pelukan hangat dari ibu dan ayah, dan pastinya tempat mereka tumbuh dan berkembang dengan rasa aman dan menyenangkan. Tapi kenyataannya ribuan anak setiap tahunnya menangis pilu, akibat perkosaan dan kekerasan lainnya di tangan-tangan keluarga mereka sendiri. Hidup mereka terancam ditangan orang yang harusnya mereka paling percaya dan hormati.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya pada pasal 26.secara nyata menyebutkan tangungjawab keluarga untuk melindungi dan mensejahterakan anak-anak, kecuali dalam situasi tertentu keluarga tidak dapat memenuhinya maka peran keluarga akan diambil alih oleh negara. Tanggungjawab dari orang tua antara lain;

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;

b. menumbuh-kembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;

c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun