Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menggugat Puisi "Hujan Bulan Juni"

2 Juni 2021   04:58 Diperbarui: 2 Juni 2021   05:32 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi, dari penuturan penulisnya, secara "asbanun nuzul" atau "asal usul"... judul puisi ini dulunya memang dikreasi agar "unik" dan "memancing pertanyaan". Di sinilah menariknya, pada tahun 1989 hujan memang tak pernah turun pada bulan Juni di pertengahan tahun. Hujan baru muncul pada akhir tahun... di bulan-bulan berakhir -ber : September, Oktober, November dan Desember. Empat bulan yang DULU identik dengan musim penghujan. Itulah yang diajarkan guru di waktu saya SD. 

Tapi kini 32 tahun kemudian, situasinya berbeda. Kondisi meteorogis nusantara mengalami pergeseran. Hujan baru turun, paling cepat di bulan November. Puncak musim hujan menjadi Januari dan Februari (yang menjadi kekhawatiran banjir tahunan di ibukota). Faktanya hujan masih turun di bulan JUNI ini. Yang tadinya pertengahan tahun adalah puncak musim kemarau... kini karena perubahan iklim gegara Global Warming menjadi saat peralihan (transisi) dari musim hujan menjadi musim kemarau. 

Untuk konteks kekinian, judul puisi "Hujan Bulan Juni" adalah faktual, bukan fiksi... Mungkin kalau Pak Sapardi menulis-ulang puisi itu sekarang, judul yang diberikannya adalah "Hujan Bulan Agustus"...

 Terlepas dari perspektif "alasan pemilihan judul" dalam konteks meteorologi kekinian, puisi "Hujan Bulan Junj" menjadi puisi Sapardi yang PALING POPULER alias fenomenal.  Puisi ini dijadikan judul Buku Antologi kumpulan 102 puisi karya yang ditulis dari tahun 1964 sampai 1994 yang diterbitkan bukunya pada tahun 1994. Judulnya "Hujan Bulan Juni : Sepilihan Sajak". 

Puisi "Hujan Bulan Juni" ini lalu dijadikan lagu (musikalisasi puisi), komik, Novel dan akhirnya diangkat ke layar lebar sebagai film berjudul sama. Film "Hujan Bulan Juni" yang diadaptasi dari puisi itu digarap oleh sutradara Hestu Saputra, dibintangi Velove Vexia dan Adipati Dolken yang dirilis di bioskop pada 2 November 2017 (ketika hujan mulai turun membasahi bumi)... 

Hujan memang membawa suasana romantis. Banyak orang yang menyukai Hujan dan bersukacita menyambut hujan turun... disebut "Pluviophile". Di Hollywood pada tahun 1954 dibuat film musikal berdasarkan lagu populer "Singin' in the Rain" yang sukses secara komersial. 

Saya termasuk mereka yang bergembira menyambut hujan. Ketika kecil teringat betapa gembiranya kami anak-anak kecil yang sering bermain riang di bawah hujan... sesuatu yang makin jarang dilakukan anak-anak kecil pada masa kini. Konon karena memburuknya kualitas udara karena polusi, hujan di perkotaan itu menjadi "tidak sehat"... mengandung garam.. yang menyebabkan orang pusing ketika kepalanya terguyur hujan. Bahkan pemilik tanaman hias akan menyiram kembali tanaman kesayangan atau jualannya itu seusai hujan karena menilai air hujan (pada masa kini) "berdampak buruk" bagi tanaman... 

Begitulah... tahun berganti, cuaca bergeser, gaya hidup orang berubah. Hujan tak lagi disambut ramah oleh penduduk bumi. Dianggap sebagai "pengganggu" aktivitas sehari-hari di perkotaan (faktor "disruptif"), dari sekedar membuat becek jalanan dan membikin makin macet jalanan. Pengguna sepeda motor dan pejalan kaki adalah yang paling "direpotkan" ketika turun hujan... sempat viral ucapan Cinta Laura "Mana Ujan, Becek, gak ada Ojek". 

Hujan dituding sebagai penyebab "bencana hidrologi" berupa... sekedar "genangan" sampai anjir dan banjir bandang. Peribahasa lama "Sedia Payung sebelum Hujan" dimaknai bersiap dan waspada terhadap ancaman bencana yang merugikan. Turunnya hujan tak lagi dipandang sebagai "berkah" dari langit, tapi cenderung "dimusuhi" dan dianggap "ancaman". Bahkan ada yang menulis "hujan itu menyenangkan... sepanjang bukan Anda yang sedang kehujanan". 

Melihat situasi ini, jika Sapardi menulis puisi ini pada masa SEKARANG... dijamin puisinya takkan viral. Lain zaman, lain "jiwa zamannya" (zeitgeist). 

Tapi Puisi tetaplah karya sastra yang "mengawang-awang"... ia bagai awan mendung yang menggumpal berbentuk indah... sampai menghilang terdorong angin atau mengurai menjadi butiran hujan. "Hujan Bulan Juni" adalah karya abadi yang indah dan terus mengundang berbagai penafsiran dari pembacanya dari zaman ke zaman... Selamat menikmati "Hujan Bulan Juni" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun