Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mewaspadai Ledakan Kehamilan akibat Pandemi

20 September 2020   16:17 Diperbarui: 20 September 2020   16:23 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Kelahiran seorang Bayi adalah berita gembira yang disambut suka cita. Termasuk pada masa pandemi sekarang, dimana begitu banyak orang meninggal akibat virus Corona. Lahirnya seorang bayi menunjukkan masih adanya Harapan bagi keberlangsungan umat manusia. 

RONTOKNYA KB GEGARA PANDEMI 

Ada berita mengejutkan dari BKKBN yang mengelola program KB (Keluarga Berencana). Tahun depan diperkirakan terjadi "ledakan kelahiran bayi" di tanah air. Jumlah tidak tanggung-tanggung sekitar 400 ribu. 

Penyebabnya di antaranya menurunnya daya beli alat-alat kontrasepsi. Ini berita yang kelihatannya lucu, tapi miris. Merupakan Efek samping dari pandemi Corona. Makin banyak pekerja yang WFH menyebabkan makin "intimnya" suami istri. Pada saat PSBB, tempat-tempat umum ditutup dan akses keluar kota dibatasi. Mau rekreasi keluar rumah tidak, maka untuk "hilangkan stress" banyak yang mengambil jalan pintas : bermesraan dengan istri...  Meningkatlah fungsi Sex sebagai "aktivitas rekreasi"... 

Banyak yang meragukan apakah "Bekerja dari Rumah" itu efektif. Tapi ini situasi "darurat" sehingga perlu diambil solusi yang "tidak biasa"  (non-konvensional). 

Kalau produktivitas kerja WFH belum terbukti, tapi ada satu yang terbukti, yaitu "hasil sampingan" WFH, yaitu produktivitas dalam "reproduksi anak" hasil "tim-suis" (hubungan intim suami istri).

 Yang tadinya di masa normal ketika masih bekerja di kantor, merupakan "olahraga malam", kini dengan WFH menjadi "olahraga sepanjang hari". Sayangnya kemesraan fisik ini tidak berbanding lurus dengan kemesraan  batin. Fenomena meningkatnya angka perceraian pada masa pandemi menunjukkan betapa meningkatnya stres pasutri (pasangan suami istri) yang berujung pada konflik rumah tangga, bahkan KDRT. 

"Tim suis" menjadi pelepas ketegangan (katarsis) akibat stress masa pandemi. Awalnya "murah meriah", tapi yang tidak diperhitungkan pada 9 bulan kemudian akan jadi stress tambahan .. 

Ada di antara masyarakat kita yang menamakan nama anaknya sesuai kondisi saat itu. Contohnya jika lagi prihatin, diberi nama Prihatiningsih. Semoga jika sudah lahiran tahun depan, anaknya jangan dinamakan "Covid" atau "Corona".

 ANCAMAN TERHADAP "BONUS DEMOGRAFI" 

"Banyak Anak, banyak rezeki" itu keyakinan para orangtua yang yakin bahwa "anak adalah karunia pembawa rezeki". Pada generasi kakek nenek kita "zaman dulu", suatu hal yang biasa jika memiliki "keluarga besar" dengan anak 5 - 10 orang. Pada generasi orangtua kita, jumlah anaknya menyusut. Rata-rata di bawah 5 orang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun