Mohon tunggu...
Pandji Kiansantang
Pandji Kiansantang Mohon Tunggu... Penulis - "Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menulis itu Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyiasati "Krisis Silaturahmi" akibat Pandemi

8 September 2020   08:56 Diperbarui: 8 September 2020   09:02 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pengorbanan" waktu, tenaga dan biaya  seakan tuntas ketika pemudik dapat kembali ke kampung halaman ("homecoming"), melihat senyum rindu ayah dan bunda yang setahun lamanya tidak bertemu. "Ritual" mudik berpuncak pada  bersimpuh sungkem pada  orangtua di hari raya. Memiliki makna simbolis berbakti pada orangtua, bersyukur berterimakasih dan mohon maaf pada mereka. Dan yang terpenting adalah mohon doa restu  orangtua agar anaknya ketika kembali ke perantauan dapat sukses dan bahagia. 

Sebagian dari kita mungkin masih ingat foto dan lukisan "ikonik" para presiden negara kita, seperti Bung Karno dan Pak Harto yang bersimpuh sungkem pada ibunda di kampung halaman pada saat lebaran. Inilah teladan Pemimpin Bangsa yang menjadi panutan rakyatnya. 

TERKENDALANYA HALAL BI HALAL DI DUNIA KERJA 

Tradisi Lebaran lainnya  yang tahun ini terhalang oleh pandemi adalah Halal bi Halal. Kunjungan ke sanak saudara pada hari raya adalah ciri KHAS masyarakat muslim di Asia Tenggara karena fenomena ini tidak terjadi di Timur Tengah. Pada momen ini keluarga besar "reuni" bertemu kembali bertegur sapa dan melepas rindu.

 Tradisi ini jelas KREASI khas Indonesia. Dari namanya saja sudah tidak sesuai kaidah bahasa Arab... "Halal bi halal" kalau diartikan "Halal dan Halal" tidak dikenal dalam budaya Timur Tengah. Memang "Halal ganda" mengandung makna bahwa dalam momen Halal bi halal, banyak terdapat perilaku " halal (dibolehkan, positif)... artinya sangat dianjurkan dan sarat manfaat. 

Saking populernya Halal bi halal (HBH), sampai-sampai aktivitas yang tadinya hanya melibatkan mereka yang hubungan darah (keluarga besar), kemudian merambah ke "ranah publik". Kita mengenal acara HBH di dunia kerja, yang lingkupnya lebih luas lagi : menjalin keakraban antar pimpinan (management) instansi/ perusahaan dan karyawan... Landasannya adalah  hubungan kerja lintas-agama, bukan hubungan keluarga.

 Adanya acara-acara HBH di instansi pemerintah maupun swasta, menunjukkan spirit silaturahmi telah menembus dunia kerja di tanah air. Silaturahmi bukan lagi bersifat personal (pribadi) yang bermotif agama tertentu (Islam), tapi telah menjadi "perilaku masyarakat umum" dengan tujuan membina keharmonisan di lingkungan kerja.

 Tapi Pandemi Corona telah menggagalkan silaturahmi keluarga besar maupun event di tingkat korporasi. Tiada lagi jabat tangan, sun pipi, rangkulan dan pelukan hangat... Untuk pertamakalinya terjadi "inovasi" dengan memanfaatkan TEKNOLOGI informasi...  silaturahmi "massal" tatap-muka digantikan "silaturahmi virtual" dengan videocall dan teleconference melalui aplikasi Zoom. 

Walaupun serba terbatas, tapi tetap dapat melihat muka, saling menyapa dan mengucapkan "minal aidzin wal faidzin" atau "mohon maaf lahir dan batin". Harapannya "jauh di mata, dekat di hati"... semangat menjalin kasih sayang, silaturahmi, tetap terakomodasi. Jelas kurang afdol, tapi ini jadi solusi praktis pada masa PSBB. 

"KRISIS SILATURAHMI" SEBAGAI DAMPAK PANDEMI 

Pembatasan gerak sosial masyarakat karena PSBB membuat RUMAH sebagai fokus kehidupan warga. Bekerja dari Rumah" (WFH) dan "Belajar dari Rumah" secara daring (online) memiliki sisi positif dan negatif dari aspek silaturahmi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun