Mohon tunggu...
P Joko Purwanto
P Joko Purwanto Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dimensi #4: Budaya Berpikir dan Belajar (5/10)

4 Desember 2022   22:55 Diperbarui: 21 Desember 2022   23:53 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DIMENSI #4: BUDAYA BERFIKIR DAN BELAJAR (5/10)

Ikhtisar

Dalam meningkatkan praktik professional pembelajaran, Charlotte Danielson (2007) menjelaskan pentingnya budaya kelas sebagai berikut:

Classrooms without a culture for learning are characterized by an atmosphere where no one— teacher or students—cares about the content to be learned… On the other hand, classrooms with a culture for learning are cognitively busy places. Students have clearly accepted the notion that important outcomes can be achieved only by hard work, and they invest energy in their activities and assignments, persevering to overcome temporary setbacks. (p. 67)

Charlotte Danielson menjelaskan dalam ulasannya bahwa ruang kelas tanpa budaya belajar ditandai oleh suasana di mana tidak ada seorang pun - baik guru atau pun siswa - peduli dengan konten yang akan dipelajari. Akan tetapi, ruang kelas dengan budaya belajar hendaknya adalah tempat yang sibuk secara kognitif. Siswa dengan sadar menerima gagasan bahwa hasil-hasil penting pembelajaran hanya dapat dicapai dengan kerja keras, dan mereka menginvestasikan energi dalam kegiatan dan tugas mereka dengan tekun untuk mengatasi kemunduran belajar.

Dengan landasan tersebut, dan dalam kontek Kurikulum Merdeka pula, dapat dikatakan perlunya mendefinisikan kriteria budaya belajar yang dengan budaya belajar tersebut pembelajaran di kelas harus dievaluasi. Disamping itu perhatikan penyisipan kata "berpikir" ke dalam judul landasan ini — Budaya Berpikir dan Belajar. Hal ini dimaksudkan menempatkan penekanan yang lebih signifikan pada pemikiran, membuat perlunya menarik sejumlah basis penelitian lain dalam mengembangkan serangkaian pertanyaan penilaian diri ini, termasuk:

  • Art Costa dan Bena Kallick's (2008, 2009), yang meneliti kerangka kerja Habits of Mind untuk meningkatkan kekuatan berpikir siswa;
  • Richard Strong, Harvey Silver, dan Matthew Perini (2001) berupaya meningkatkan tingkat daya juang dalam berfikir di ruang kelas; dan
  • Brown, Pressley, Van Meter, & Schuder (1996) yang menelti penggunaan strategi kelas sebagai alat berpikir dan belajar.

Gunakan skala peringkat 1-4 berikut untuk menanggapi setiap pertanyaan di halaman berikutnya.

1    Novis - Saya tidak melakukan ini di ruang kelas saya, atau penggunaan praktik ini tidak memiliki efek positif pada pembelajaran siswa saya.

2    Berkembang - Saya melakukan ini di kelas saya, tetapi penggunaan praktik ini terkadang memiliki efek positif pada pembelajaran siswa saya.

3    Mahir - Saya melakukan ini dengan baik dan saya memperhatikan adanya efek positif yang konsisten pada pembelajaran siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun