Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Anak Magang Nggak Dipandang?

1 November 2021   07:11 Diperbarui: 6 November 2021   01:47 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunakan meeting kantor selain untuk menyerap ilmu dari senior juga sebagai tempat melontarkan ide secara kreatif | Foto: pixabay.com/StockSnap

Salah satu tetangga saya, sebut saja Putra, duduk di semester 7 sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta Pusat. Sudah dua minggu magang di kantor akuntan publik milik teman ayahnya.

Alasan pertama agar nggak ribet ngurusnya dan kedua urusan nilai yang akan dilaporkan ke kampus nanti pun akan lebih mudah alias bisa dikondisikan. Sebenarnya dia mengincar sebuah perusahaan fast moving product tetapi menunggu sebulan tak ada kabar tentang permintaan magangnya.

Sebagai orangtua, ayah dan ibunya mengusahakan lewat jalur kenalan. Dengan pertimbangan pandemi Covid-19 belum berakhir dan work from office pun masih diberlakukan sebagian, lebih aman jika magang di kantor yang dikenal.

Tapi Putra merasakan bosan di kantor. Job desk-nya tidak ada yang berhubungan dengan jurusannya di akunting. Jangankan bikin jurnal keuangan melihat laporannya pun tidak dengan alasan rahasia klien.

Walhasil yang dikerjakan di kantor adalah merapikan berkas di gudang, merapikan administrasi internal kantor, yang bisa diselesaikan kurang dari dua jam. Sisanya berlama-lama di depan komputer, menemani karyawan makan siang, disuruh beli kopi ke mal sebelah, dan fotokopi.

Putra senang keluar rumah lagi setelah  hampir dua tahun kuliah online tapi ya nggak gini juga kali, pikirnya. Mager di rumah tentu lebih enak daripada mager di tempat asing, dengan orang-orang asing, menganggap kita orang asing. Ibarat lagu, keberadaannya antara ada dan tiada.

Putra berusaha meminta job desk lebih tapi tidak dianggap. Disuruh duduk anteng dan urusan nilai nanti beres. Bukannya tenang, hatinya bergejolak, kepalanya malah muter-muter. 

Apa begini sistem magang di perusahaan? Ada sesuatu yang kurang pas menurutnya. Apa hubungan industri dengan sekolah/kampus seperti ini?

Mengapa pengalaman seperti Putra ini kerap terjadi? Industri seakan jauh dari sekolah/kampus. Sekolah/kampus lewat program magangnya dianggap hanya "ngeribetin" perusahaan. Industri seakan punya "dosa" jika tidak menerima anak magang.

Padahal secara awam hubungan industri dengan sekolah/universitas harusnya berjalan selaras dan harmonis. Ada relasi simbiosis mutualisme, di mana kedua pihak saling membutuhkan dan saling memberi manfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun