Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jembatan di Tengah Sawah Itu

30 Januari 2021   07:54 Diperbarui: 30 Januari 2021   07:58 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dokumentasi pribadi

Ingatkah kau saat kita susuri jembatan di tengah persawahan yang menghampar itu?

Ingatkah saat kakimu lecet karena sepatu baru yang membuat kamu memilih melepasnya? 

Tidak cuma kau, aku pun akhirnya melepas sepatuku. Lalu langkah-langkah kaki telanjang kita menyusuri jembatan nan panjang itu. Hingga kita sepakat untuk terjun ke persawahan di bawahnya. Menyusuri pematang, berpegangan tangan. Lalu ikut berlumpur ria membantu para petani memanen padinya. Tentu tidak benar-benar membantu. Mencoba memotong rumpun padi yang ternyata tidak mudah. Bulir-bulir padi kuning yang menjuntai itu masih terbayang di benakku. 

Kuberikan serumpun padi yang menjuntai indah dengan bulir-bulir padinya yang menguning bagikan emas berkilauan diterpa mentari menjelang siang. Kau terima dengan suka cita seakan menjawab pertanyaan yang kulontarkan dalam hati tapi berhasil menembus juga ke hatimu. Bibirmu tak bersuara menjawab tapi hatimu, matamu, senyummu. Cukup. 

Jembatan di tengah hamparan persawahan itu jadi saksi. Dengan sesekali pak tani dan bu tani yang diam-diam ikut tersenyum melirik ke arah kita sambil mereka meneruskan pekerjaannya. Selanjutnya dari sanalah perjalanan kita dimulai. Bukan lagi tentang kamu. Bukan lagi tentang aku. 

Tak terasa lima tahun telah berlalu. Perjalanan kita memang tidak selalu mulus. Tapi setiap ada onak duri, Kita selalu tersadar bahwa betapa berharganya semua kenangan dan perjuangan yang telah kita lewati bersama selama ini. Alangkah sayang jika harus hancur luluh berantakan hanya karena persoalan sepele. Janji yang pernah kita ikrarkan dulu bukanlah sekadar janji yang terucap di mulut. Semua sudah terukir di sanubari kita, dan yang pasti dalam catatan-Nya. 

Lima tahun berlalu. Masih ada lima tahun - lima tahun lainnya yang mesti kita lalui. Bersama. Berpegangan tangan selalu. Menyusuri jembatan demi jembatan yang akan menyambungkan mimpi-mimpi kita selanjutnya di depan. Apa pun itu, kita akan selalu menghadapinya.

Ingatlah kita pernah menyusuri jembatan panjang ini bersama. Ingatlah kita sudah melangkah sejauh ini. Bersamamu, aku ingin melangkah lebih jauh lagi, aku ingin menyusuri jembatan lebih banyak lagi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun