Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kuramu Kura-kuramu Menjadi Jamu

18 Juni 2020   09:43 Diperbarui: 18 Juni 2020   09:34 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Fajar baru saja tiba saat kau pulang membawa hasil tangkapan menjuntai bergerombol di empat tali kulit bambu. Kupikir senyummu merekah merasa berkah bahwa hasil melimpah bisa cukup untuk berhari-hari. Lalu sebagian ditukar dengan beras dan mungkin baju baru.

Setelah kutahu, senyummu merekah karena kau juga membawa seekor kura-kura yang kau anggap lucu. Ukurannya baru selebar tutup panci yang biasa kupakai menjerang air untuk kau mandi.

Mulanya aku tak peduli dengan kura-kuramu yang kau rawat bagaikan bayi. Kau mandikan. Kau ajak bercanda di atas dipan. Kau ajak berbicara di beranda. Kau mengajarinya lomba lari. Hal konyol yang kau sadari.

Tangkapanmu makin hari makin banyak. Bajuku mulai berganti-ganti. Kainnya pun begitu. Bahkan kau belikan cincin dan anting untukku. Perhiasan pertama setelah tiga tahun cincin kawin yang kau jual lagi sebulan setelah kita menikah.

Lalu kau percaya bahwa kura-kuramu sebagai pembawa berkah. Membuat semua terasa wah dibanding sebelumnya. Kura-kuramu makin kau sayang-sayang, makin kau timang-timang. Kemudian waktumu bersamanya lebih banyak dibanding bersamaku. Kau bawa dia melaut, bermain di darat hingga kau mabuk dan lupa daratan.

Kau pikir semua tak masalah sebab semua yang kubutuhkan sekarang mudah tersedia. Kau pikir apa yang kuminta selalu ada di meja. Kau pikir kita sudah bahagia. Waktumu bersamanya seakan semua sedang aku hanya dapat sisanya. Kau minta aku bersibuk ria dengan tetangga. Kau pikir bercengkerama membuat kulupa. Yang ada mereka malah merangkai-rangkai cerita. Kalau sebenarnya kura-kuramu adalah putri raja yang dikutuk dan dibuang ke samudera. Pantas saja kalau begitu rupanya.

Lalu aku harus bagaimana? Menganggap semua biasa saja?

Lalu bisik-bisik berubah menjadi gunjingan tetangga. Kau masih tak juga peka. Sedang aku sudah termakan berita. Bahwa saat melaut kau bercinta dengan kura-kuramu yang menjelma. Aku harus membuat rencana. Apa aku sudah gila cemburu dengan kura-kura?

Kusampaikan semua cerita. Tapi kau melengos bahwa semua itu bualan belaka. Jangan percaya!

Hingga rencana itu tiba lewat mimpi yang membuatku terjaga. Kita harus punya anak. Kau harus memberiku anak. Rencana yang dulu sempat ditunda karena kita belum berada.

Setelah berminggu usaha tapi tak ada hasil jua. Kutanya pada seorang tetangga bagaimana caranya agar bisa. Yang ada kabar makin menggema kalau aku tak bakal bisa sebab benihmu sudah tergadai pada sang kura-kura. Apa pula ini semua!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun