Mohon tunggu...
Pius Rengka
Pius Rengka Mohon Tunggu... Pemulung Kata -

Artikel kebudayaan, politik, sosial, budaya, sastra dan olahraga. Facebook:piusrengka. Surel:piusrengka@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Tuhan dengan Beda Cara

19 Maret 2019   09:44 Diperbarui: 19 Maret 2019   09:46 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh Pius Rengka

Selalu ada godaan untuk terus merenungi pertanyaan ini.  Apakah Tuhan mencari manusia ataukah manusia mencari Tuhan? .Atau malah Tuhan terus menampakkan DiriNya dan menemui lalu mengajak manusia untuk selalu berbuat hal-hal mulia dengan aneka cara, tetapi manusia tak memahami justru menghindarNya dan tak menyahut?

Lalu, apakah memang Tuhan membutuhkan manusia atau justru manusia membutuhkan Tuhan atau malah manusia sesungguhnya sebagaimana  pengalaman hidupnya setiap hari, manusia selalu menghina Tuhan melalui aneka rupa perbuatan keji antarmanusia dan alam?

Para Teolog, Filosof, bahkan para ilmuwan Geologi, Metafisikawan, saling mencakar argumen.  Kadangkala mereka tiba pada kepasrahan manusiawi karena sulit menemukan jawaban pasti yang menjamin kepastian atas jawabannya itu sendiri.

Pernah satu waktu. Seorang sahabat kentalku dari agama berbeda. Kepada saya dia bertanya. Menurutmu, berapa kalikah kiranya kita harus berdoa setiap hari? Menjawab pertanyaan itu, saya menjawab dengan pertanyaan.

Untuk apa kamu berdoa? Dijawabnya, supaya memenuhi aturan agama karena agama begitu banyak aturan, dan jika saya memenuhi aturan agama, saya menjadi orang kudus. Demi itu semua, saya mengarahkan kehidupanku  kepadaNya sambil berharap nantinya saya  masuk surga.

Lalu kutanya lagi. Untuk apa kamu masuk surga? Dia menjawab. Masuk surga agar saya bahagia. Di surga tak perlu lagi ada harapan, bahkan di sana tanpa perlu lagi cinta kasih antarmanusia, juga  tak ada pula derita di sana.

Saya diam. Lalu saya berkata lagi. Apakah doa harianmu sudah menjamin kepastian akan sampai ke sana? Ya saya jamin.

Dia terkejut ketika saya berkata, tak ada satu pun jaminan pasti bahwa doamu satu-satunya alat untuk mencapai ke sana. Doa diperlukan karena dikau memiliki kepentingan untuk dirimu sendiri yaitu rasa nyaman dari semua aturan yang dikau duga menjadi jaminan untuk sampai ke sana. Nyaman karena dikau yakin akan sampai ke sana. Jika dikau doa berkali-kali, tetapi berkali-kali kelakuanmu persis dan justru meniadakan seluruh isi doamu, lalu untuk apa kamu masih pergi berdoa?

Berdoa itu adalah cara manusia mengungkapkan relasi atas refleksi hidupnya, totalitas cara hidup dengan sesama manusia. Dengan begitu dikau selalu bertanya dan bertanya lagi, tanpa dikau mengharapkan ada jawaban pasti entah dari mana. Dikau hanya yakin dengan sungguh-sungguh, bahwa dikau akan pergi ke sana, meski dikau sendiri tak begitu pasti akan sampai ke sana.

Dia mulai berang. Tampak sekali dari bola matanya nanar. Lalu dia bertanya. Lalu, menurutmu apakah surga itu ada, apakah Tuhan itu ada? Pertanyaan itu kujawab dengan pertanyaan lagi. Apakah dikau mulai ragu? Apakah dikau mulai mengakui bahwa kelakuan harianmu tidak seketul pun memantulkan keindahan relasi dengan Tuhan melalui cara berelasi dengan sesama dan alam?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun