Mohon tunggu...
Pius Rengka
Pius Rengka Mohon Tunggu... Pemulung Kata -

Artikel kebudayaan, politik, sosial, budaya, sastra dan olahraga. Facebook:piusrengka. Surel:piusrengka@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seketul Renungan

5 Maret 2019   22:35 Diperbarui: 5 Maret 2019   23:14 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Oleh Pius Rengka

Saya tidak soal, jika kamu selalu suka membuat soal, apalagi Anda mempersoalkan soal saya, karena bagi saya, soal saya adalah terutama karena saya sendiri adalah mahluk dengan banyak soal.

Jika sekiranya kita semua para pengembara penekun teguh ziarah kehidupan, bukankah kita sedang berjalan di gurun yang sama mencari kebenaran hakiki?

Katakanlah, Tuhan itu mungkin berbusana seperti orang-orang di sana, tetapi itu semua untuk apa.

Katakanlah juga Tuhan itu maha telanjang, lalu apa masalah kita jika Dia begitu. Dikau menyebut Dia apa, tak apa-apa sejauh dikau masih menuju ke sana ke tempatNya.

Katakanlah pencarian saya melalui jalur yang satu, dan kamu di jalur lain, entah apa pun nama agamamu dan agamaku. Lalu, soalmu apa dan di mana ketika kamu gemar mengusik soal saya.

Atas dasar apa gerangan dikau tiba-tiba belakangan ini menduga bahwa soal saya membuatmu menjadi terhambat dalam seluruh prosesmu mencari dan memecahkan soalmu sendiri.

Jika Tuhan itu puncak dari seluruh pencarianmu, begitu pun aku di sini, lalu untuk apa dikau suka mengusik tentang jalanku, meski mungkin dikau tiba lebih dahulu di sana.

Tetapi yakinlah, dirimu tidak perlu terlalu yakin juga bahwa caramu jauh lebih benar dibanding saya, karena dikau pun belum ada berita yang datang dari sana dari tempat di mana SinggahsanaNya bertempat. Dikau serba spekulasi, seolah-olah hanya kepadamulah Dia berkenan. Dan, saya tidak.

Aku tersenyum mendengarmu begitu, tanpa saya harus merasa sendirian. Dan, ketahuilah saya tidak membencimu. Saya kian gundah justru karena dikau selalu belum berubah sejak itu hari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun