Mohon tunggu...
Pius Novrin
Pius Novrin Mohon Tunggu... -

Kuliah di Urbaniana Roma

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Peran Ishak dalam Kehidupan Iman Abraham

28 April 2013   20:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:27 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Salah satu peristiwa yang amat terkenal dalam hidup Abraham bagi pembaca Alkitab adalah perikop “Kepercayaan Abraham diuji” (Kej. 22). Dalam perikop itu, Allah meminta Abraham untuk mempersembahkan Ishak, anak tunggalnya, sebagai kurban bakaran. Sebagai hamba Allah yang setia, Abraham pun menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya. Dan dari peristiwa itu, sungguh nyatalah betapa besar iman Abraham kepada Allah.

Senada dengan Alkitab begitu pula dalam Al-Qur’an. Di dalam tulisan ini kita akan melihat sekilas bagaimana perwahyuan di dalam Al-Quran memberi masukan yang berharga bagi tradisi penafsiran Alkitab Kristen. Perlu diketahui bahwa kisah “persembahan Ishak” ini juga begitu populer di kalangan muslim. Hanya saja, ada perbedaan mendasar antara Alkitab dan Quran. Qur’an tidak menyajikan cerita sedetil Alkitab. Lalu, Abraham (Ibrahim) juga tidak menyebutkan secara eksplisit siapakah nama anak yang dikurbankan oleh Abraham.Berbeda dengan para pembaca Alkitab, kaum Muslim meyakini bahwa anak itu bukanlah Ishak, melainkan Ishmael.

Kisah mengenai pengurbanan anak dalam Qur’an dibuka dengan pertanyaan dari Abraham (Ibrahim) kepada sang anak. “Oh, anakku, saya bermimpi bahwa saya harus mengurbankanmu. Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini?”. Si anak menjawab, “Oh, ayahku, lakukanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu. Jika Allah menghendaki hal itu, aku akan sabar.” (37:102).

Jika dicermati, perikop tersebut terkesan lebih menitikberatkan iman sang anak ketimbang iman Abraham. Iman sang ayah digambarkan bergantung pada iman sang anak…”bagaimana menurut pandanganmu?”Abraham mengajak anaknya untuk merefleksikan mimpi itu dan mempertimbangkan tanggapan iman macam apa yang diperlukan untuk menjawab kehendak ilahi itu.

Jawaban dari si anak pun muncul dengan segera dan begitu mantap. “Jika Allah menghendakinya, aku sabar (patient).” Respon ini menunjukkan bahwa tingkat kematangan rasional dari si anak cukup tinggi. Lalu dari sisi iman, anak ini digambarkan sebagai seorang yang sungguh berserah pada kehendak Tuhan. Jawaban tegasdan penuh iman dari si anak meneguhkan iman Abraham. Jawaban itu menjadi sebuah katalisdan menjadi sebuah titik pijak bagi iman Abraham, yang kemudian memampukannya untuk melakukanapa yang menjadi kehendak ilahi.

Cuplikan perikop dari Al-Quran ini memberikan kepada para pembaca Alkitab gambaran yang lebih utuh mengenai karakter Abraham sebagai bapa orang beriman. Dari konteks ini, diperlihatkan bahwa sebagai seorang hanif, Abraham pun tak luput dari kegamangan iman. Abraham bergulat dengan hal itu dan ia pun tak segan meminta pendapat dari anaknya perihal keputusan apa yang harus dibuatnya terhadap kehendak ilahi yang terasa sungguh berat untuk dilakukan. Setelah mengalami pergulatan dan kegamangan iman yang rumit, akhirnya Abraham pun sampai pada sikap akhir yakni setia menjalankan kehendak Allah.

Aplikasi terhadap tradisi biblis

Versi Qur’an ini mengundang kita untuk membaca ulang kisah pengurbanan Ishak dalam Alkitab. Di kitab Kejadian, kita hanya punya sedikit gambaran tentang apa yang Ishak pikirkan atau rasakan di dalam peristiwa pengorbanan itu. Masukan dari Quran mengenai tokoh “sang anak” dapat membantu para pembaca Kristen untuk mengenali profil Ishak lebih dalam dan menyadari peran vitalnya dalam Kejadian 22.

Jika dibaca dengan seksama, dalam Kejadian 22 pun sepertinya ada tendensi bahwa Ishak memainkan peranan yang signifikan dalam konteks perkembangan iman Abraham. Hal ini tampak dalam ayat 7-8. “Bapa…di sini ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk kurban bakaran itu?Dari kata-katanya, terlihat bahwa Ishak dapat mengevaluasi situasi sekitar melalui kekuatan rasionalnya. Ia tahu bahwa korban persembahannya tidak ada.

Beranjak dari pertanyaan Ishak tersebut, ada tafsir yang menyatakan bahwa Abraham pada waktu itu sebenarnya masih mengalami pergulatan iman untuk melaksanakan perintah Allah. Namun, respon Abraham terhadap pertanyaan Ishak lantas mengindikasikan adanya perkembangan iman Abraham. Abraham menyatakan secara eksplisit jawaban yang berisi penghayatan imannya kepada Allah… “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk kurban bakaran bagi-Nya, anakku.”Jadi, semakin jelas bahwa pertanyaan Ishak berperan sebagai titik kritis yang membawa iman Abraham setingkat lebih tinggi. Dengan kata lain, pertanyaan Ishak menjadi sebuah katalis yang menghantar Abraham kepada iman akan Allah.

Perikop Abraham yang mempersembahkan anaknya adalah sebuah cerita tentang pergulatan imannya. Lalu, perhatian pada peran Ishak dalam peristiwa itu membantu kita untuk melihat bahwa iman Abraham itu merupakan iman yang terus-menerus berkembang. Momen kuncinya adalah pertanyaan Ishak kepada Abraham. Setelah ia menjawab pertanyaan dari Ishak dan secara publik mengekspresikan kepercayaannya kepada Allah, ia melakukan segala cara untuk dapat merealisasikan kehendak ilahi itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun