Mohon tunggu...
Pitutur
Pitutur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mencoba BERMANFAAT dengan MENULIS. Mencoba menuliskan sebuah peristiwa dari sudut pandang yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tanah Sengketa? Sengketa Nenek Lu!

13 April 2018   06:22 Diperbarui: 13 April 2018   08:35 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (foto:GoogleStreetView)

Kesemrawutan di Tanah Abang bahasan yang menarik satu semester terakhir, karena banyak kebijakan yang prokontra dengan kebijakan pemerintahan sebelumnya. Kejadian yang paling menarik dan sempat viral adalah kebodohan dari Pemda DKI yang memberikan izin untuk menggunakan trotoar dan badan jalan di tanah abang untuk jualan.  Ini hal yang jelas menyalahi banyak aturan, tetapi dipaksakan, dengan alasan yang  memihak sekelompok orang saja. Anggap saja ini kebodohan awal yang tampak nyata.

Sepertinya kebodohan tersebut berlanjut, saat beberapa waktu lalu kita lihat lautan sampah menutupi teluk di Jakarta Utara, sampah yang tidak datang dalam sehari, karena menumpuk berminggu-minggiu, ini bukti pengawasan tidak berjalan sama sekali. Bila dulu ada aplikasi Qluejang dipakai warga buat melaporkan langsung permasalahan di lingkungan, ternyata dengan non aktifnya aplikasi itu, laporan warga jadi terhambat, dan relawan pun tidak ada lagi. Ini juga sebuah kebodohan.

Berlanjut juga sebelumnya saat banjir menggenang di beberapa tempat, dan tanggul yang selesai dibikin belum lama pun jebol lagi. Ini juga bukti ada ketidakberdayaan dalam mengurusi pembangunan tanggul.

Minggu ini kita dengar Pemprov DKI batal membangun 250 ribu Rusun. Juga berita tentang Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman DKI Jakarta Agustino Darmawan yang mengatakan Pemprov hanya mampu membangun 7 ribu rumah susun sewa (rusunawa) selama lima tahun mendatang. Sebelumnya, Agustino mengatakan Pemprov akan membangun sekitar 14 ribu rusunawa. Untuk pengingkaran  dari 250 ribu menjadi 14 ribu ini saya tidak mau ikut campur tertlalu dalam. Karena memperlihatkan kualitas penafsiran yang bersangkutan cukup jauh antara ekspetasi terhadap realita.

Kemarin saya membaca berita, perihal lahan di Tanah Abang, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyebut ada komunikasi Pemprov DKI dengan pengurus lahan sengketa di kawasan Bongkaran, Tanah Abang. Ini juga konyol, karena lahan tersebut bukanlah lahan sengketa. Lahan itu lahan yang sah milik PT KAI. Kok bisa bilang itu lahan sengketa, pembisik Sandiaga Uno mungkin pembisik yang tidak punya data. Sehingga lahan tidak bermasalah dianggap lahan sengketa.  Bila saya boleh meminjam gaya Ahok, saya akan bilang "Lahan Sengketa? Sengketa Nenek Lu!"

Kita lihat apakah 72 tim 'pembisik' di Balai Kota bisa bekerja secara maksimal atau tidak, karena info yang masuk ke saya, jajaran staf di balai kota saja malas kerjasama dengan mereka. Iklim kerja saat ini tidak sesolid iklim kerja di era pemerintahan DKI sebelumnya.

Untuk ukuran kinerja, saya ingin kasih contoh, cobalah lihat di Kementerian PUPR, di kantor pusat di Kebayoran, kantor tersebut bekerja 24 jam, dibagi menjadi 3 shift, karena pak Basuki selaku menteri paham, untuk membangun negeri ini dibutuhkan kerja 24 jam, bukan cuma delapan jam. Bagaimana dengan Pemda DKI? Tidak sesemangat era Jokowi dan Ahok kinerjanya.

Jakarta | 13 April 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun