Mohon tunggu...
Pitutur
Pitutur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mencoba BERMANFAAT dengan MENULIS. Mencoba menuliskan sebuah peristiwa dari sudut pandang yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Warga Diibaratkan Satwa

13 Desember 2017   18:01 Diperbarui: 13 Desember 2017   18:54 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makin menarik saat mendalami pernyataan yang disampaikan oleh anggota DPRD Lampung perihal kecil sengketa lahan di wilayah Pasir Gintung, Labuhan Ratu antara warga penghuni lahan aset KAI dengan PT KAI (Persero) selaku pihak yang mendapat tugas dari Pemerintah untuk mengelola aset.

Ada beberapa pendapat dari anggota DPRD Provinsi Lampung yang merespon polemik ini. Tercatat ada Watoni Noerdin, Anggota Komisi VI DPRD Lampung yang mengatakan, langkah yang dilakukan oleh PT KAI dengan melibatkan aparat TNI dan Polri adalah tindakan yang tidak dibenarkan. Mungkin hal ini harus diluruskan, karena setahu saya, bila dalam penertiban PT KAI melakukan koordinasi dengan aparat untuk menghindari konflik/benturan yang tidak diinginkan adalah sebuah tindakan yang masih sah. TNI dan POLRI bertugas masih sesuai undang-undang, yaitu menjaga keamanan dan mengamankan aset negara.

Watoni Noerdin menambahkan "Kami ka nada teman-teman di Pusat (DPR RI), nanti kita tembuskan dan kalau perlu dibahas juga masalah ini, agar lebih terang." hatanya. Hal ini membuktikan Watoni sebagai Anggota DPRD Lampung, mencoba membawa polemik yang sebenarnya masih ranahnya DPRD Kota Lampung (Dati II) ke level isu nasional sebagai komoditi politik menjelang Pilkada 2018.

Pendapat lain disampaikan oleh Agus Revolusi, anggota Komisi II DPRD Lampung yang menyampaikan "Dulu saya jadi anggota dewan rakyat Lampung, sekarang dewan beneran."

Agus yang merupakan politisi dari Partai Demokrat ini juga merespon perihal penggunaan grondkaart sebagai dasar kepemilikan tanah oleh PT KAI. "Itu tidak bisa, mereka beralasan seperti itu, karena ada UU Agraria no 5 Tahun 1990 yang mengatur tentang agraria," katanya.

Pendapat Agus di atas cukup membuat saya berpikir ulang tentang kualitas dari Agus tersebut. Karena UU Agraria No 5 Tahun 1990 itu isinya adalah tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan obyek persoalan yang disengketakan. Dengan Agus menggunakan UU No 5 Tahun 1990 apakah dia menganggap yang sedang berpolemik adalah antara tumbuhan dan satwa liar yang harus didamaikan?

Agus juga menambahkan "Ini masalah akan berdampak tidak hanya di sosbud ekonomi hankam. Melainkan akan melebar jika tidak segera terselesaikan," tegasnya.

Pendapat Agus tadi terlihat kalau dia kurang menguasai persoalan. Karena dalam polemik ini, hal paling mudah adalah dengan membawanya ke meja hijau, itu kalau Agus melek hukum. DPRD harusnya bisa mengawal kasus ini langsung ke PTUN, tidak usah repot-repot dijadikan komoditi politik di DPR.

Pada Oktober 2017 lalu, dalam sebuah Focus Group Discussion yang di hadiri oleh KPK, Sekjen ATR/BPN, pejabat dari berbagai institusi, baik kecamatan, keluarah, kepolisian dan juga dari kejaksaan, dalam acara FGD tersebut sudah diperjelas bahwa grondkaart bisa dijadikan alat bukti kepemilikan lahan yang sah. Karena grondkaart tidak dibikin begitu saja oleh ahli ukur, tetapi grondkaart dibikin berdasarkan sebuah surat keputusan, dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang, baik dari Kadaster (BPN zaman Kolonial Belanda) maupun pihak yang berwenang dari pemerintahan.

Bila melihat pendapat dari anggota DPRD tersebut, terlihat mereka kurang memahami persoalannya, tetapi berani menyampaikan pendapat ke media massa. Pendapat terserbut juga membuktikan mereka mengabaikan informasi yang disampaikan dari Sekjen BPN tentang keabsahan grondkaart sebagai dasar kemepilikan aset oleh PT KAI.

Semoga ke depan DPRD Lampung bisa belajar lebih banyak, bisa menyerap terlebih dulu semua persoalannya sebelum mengeluarkan pernyataan. Sehingga masyarakat yang seharusnya mendapatkan edukasi soal hukum dan undang-undang dengan benar, tidak salah menerima informasi, dan tidak dipolitisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun