Mohon tunggu...
Pither Yurhans Lakapu
Pither Yurhans Lakapu Mohon Tunggu... Penulis - Pemitra (pejuang mielitis transversa)

Penulis buku "TEGAR!; Catatan Perjuangan Melawan Mielitis Transversa". Twitter: @pitherpung, blog: https://pitherpung.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sebut Kami Pemitra [Catatan Singkat di Hari Penyakit Langka Sedunia]

28 Februari 2018   07:11 Diperbarui: 28 Februari 2018   07:20 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


DARI namanya saja kita sudah bisa memahami bahwa Penyakit Langka (rare disorder atau rare disease) adalah jenis penyakit yang prevalensi atau jumlah penderitanya dalam sebuah populasi sangat sedikit.

Namun, "sangat sedikit" di sini masih relatif mengingat sebuah penyakit bisa saja langka di bagian dunia lain tetapi umum di belahan bumi lainnya. Juga, tidak ada satu angka tunggal yang disepakati bersama untuk sebuah penyakit disebut langka. Karena itu, setiap negara pun menetapkan kriterianya masing-masing terkait jumlah penderita penyakit langka ini.

Negara-negara Uni Eropa misalnya, menggunakan batasan penyakit langka yaitu penyakit yang jumlah penderitanya tidak lebih dari 5 orang tiap 100.000 orang penduduk, atau tidak lebih dari 0,5% jumlah penduduk. Amerika Serikat menyebut sebuah penyakit langka bila tidak lebih dari 7,5 orang yang menderita penyakit tertentu tiap 10.000 penduduk, atau tidak lebih dari 0,75% jumlah penduduk. Kriteria di Jepang adalah kurang dari 4 penderita setip 10.000 orang. Sementara, Taiwan memakai batasan tidak lebih dari 1 orang tiap 10.000 penduduk atau kurang dari 0,1% jumlah penduduk.

Di Indonesia sendiri, sebuah penyakit dikatakan penyakit langka apabila jumlah kasusnya kurang dari 1 setiap 2.000 orang dalam suatu populasi.*)

Ada sekitar 6.000-8.000 jenis penyakit di dunia yang tergolong langka dan Mielitis Transversa (Transverse Myelitis) termasuk di dalamnya. Ini bisa terlihat melalui angka prevalensi penyakit Mielitis Transversa yang menurut Transverse Myelitis Associationhanya terdapat sekitar 4-8 kasus setiap 1 juta penduduk. Jika kita berpatokan pada kriteria Indonesia di atas maka Mielitis Transversa 63-125 kali lebih langka dari batasan itu. Sebuah angka yang terbilang sangat minim.

Kelangkan tersebut tak ayal berpengaruh pada pengenalan dan pemahaman masyarakat akan penyakit Mielitis Transversa. Saat pertama mendengar nama penyakit ini, hampir semua orang awam akan berespon: penyakit apa itu? Sejenis kanker? Gangguan jiwa? Atau? Bahkan, sebagian besar survivor (penyintas) Mielitis Transversa anggota Transverse Myelitis Indonesia Community  (TMIC) pernah berhadapan dengan pandangan bahwa Mielitis Transversa bukan sebuah penyakit medis tapi pengaruh non-medis tertentu yang tidak bisa diatasi dan disiasati dengan jurus-jurus kedokteran modern. 

Hal ini didukung oleh gejala penyakit Mielitis Transversa yang tidak umum namun berefek serius pada tubuh seperti kecacatan hingga kematian penderitanya. Selain itu, nama Mielitis Transversa yang masih asing pun jarang "nyangkut" di otak kebanyakan orang alias mudah dilupakan.

Mungkin anda berpikir tidak begitu penting masalah-masalah seperti saya ungkapkan dalam paragraf terakhir di atas namun tanpa disadari hal demikiani cukup berpengaruh bagi seorang survivor penyakit Mielitis Transversa (dan penyakit langka pada umumnya) karena bersinggungan langsungdengan perjuangan melawan penyakit yang sedang diderita. Bersinggungan langsung dimaksud adalah menyangkut semangat juang dan dukungan orang sekitar bagi survivor penyakit langka berwujud peradangan pada selubung saraf (demyelinasi) sum-sum tulang belakang ini.

Pemberian julukan bisa menjadi sebuah cara yang sederhana tapi cukup efektif agar sebuah penyakit mudah diingat dan dikenal sekaligus memperjelas jenis penyakit dan mempertegas keistimewaan yang dimiliki survivornya. Mencontohi julukan-julukan yang sudah familiar untuk penyakit lain seperti Odapus untuk survivor lupus, ODHA untuk orang dengan HIV/AIDS, dan lain-lain.

Latar belakang itulah yang mendorong kami survivor Mielitis Transversa se-Indonesia bersama para tenaga medis yang tergabung dalam TMIC menetapkan sebuah istilah untuk dijadikan julukan atau panggilan yang mana membuat kami bisa "berbesar hati"walaupun harus hidup dengan jenis penyakit yang mengganggu saraf motorik dan sensorik ini, dengan gejala klinis dan efek seperti nyeri saraf dan rasa tidak nyaman, gangguan kantong kemih dan usus, kelemahan dan kekakuan otot hingga kelumpuhan dan lain-lain. Julukan itu bisa menggambarkan karakter yang harus dimiliki seorang survivor Mielitis Transversa, nyaman dipakai juga mudah dikenal dan diingat orang lain.

Istilah itu adalah Pemitra, akronim dari Pejuang Mielitis Transversa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun