Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Semua karena Hawa di Masa Natal

23 Desember 2020   22:06 Diperbarui: 23 Desember 2020   22:09 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://sophiainstituteforteachers.org/

Saya dibesarkan dalam keluarga yang kurang 'religius': tidak ke gereja, tidak ada kisah keselamatan, tidak ada pembicaraan tentang Tuhan. Kecuali saat Natal! Pada hari Natal, Slamat Natal Mama Victor Hutabarat diputarkan, kembang api dinyalakan sore hari dengan percikannya yang indah namun tidak membuat buta, juga meriam bambu yang bergaung seantero kampung. Pada saat itulah agama dibicarakan. 

Tidak panjang lebar, tidak mendalam. Syukurlah nenek saya Susana Lobangtang (alm) sangat taat beragama. Hampir satu katekismus dihafalnya. Misalnya, yang masih saya ingat dengan baik, "Sebab apa bila kita mati? bila kita mati jiwa kita akan bercerai dengan badan dan menghadap Tuhan Allah untuk menerima keputusan", "Kemana sesudah hukum jiwa?" dan seterusnya. Yang menarik sekaligus mengecewakan adalah lagu yang selalu dikidungkannya sebelum tidur,

"Nenek-nenek Hawa, suka makan buah---buah yang dilarang oleh Tete Manis--- berupa ular berupa setan yang suka makan buah dialah nenek Hawa".  Lagu dengan ritme 'penalaran' dari nenek saya ini mengingatkan saya akan film klasik Bette Davis, All about Eve (1950), yang berkisah tentang bagaimana wanita pertama, Hawa, membuat kehadirannya diketahui dalam Kandang Natal. Kita mungkin bertanya, 'Apa hubungan Hawa dan Maria? Dan apa yang terjadi dalam hubungan itu di hari Natal? Dan bagaimana para wanita bisa dihibur oleh hubungan mereka?' 

'Dihibur' adalah kata yang saya gunakan dengan sengaja dan mungkin tampak bagai gerakan subversif : 'Hawa-membawa-kematian -dan-Maria-membawa-kehidupan- ' atau Hawa yang penuh dosa dan seksi digantikan sepenuhnya oleh Maria yang perawan dan sopan. 

Ini adalah kiasan dalam kalender liturgi, dan mungkin tidak secara kebetulan dalam masa Adven. Atau yang masih segar dalam ingatan adalah tentang perayaan 8 Desember, Maria dikandung Tanpa Dosa Asal. Perayaan konsepsi Maria memang menunjukkan Hawa dan Maria berbeda. 

Tapi perayaan itu juga mengingatkan kita bahwa Hawa dan Maria memiliki kesamaan: peran di awal kehidupan. Hawa dinamai 'ibu dari semua orang yang hidup' dan Maria diberi tahu akan 'mengandung dan melahirkan seorang putra'. 

Mungkin karena alasan inilah saya menyebut lagu nenek saya itu mengecewakan, karena, saya banyak kali tidak merasa puas dengan pandangan yang menggulingkan Hawa dari tempat terhormat dalam persamaan yang mendefinisikan Maria sebagai putri Hawa.

Dalam perkembangan iman katolik saya, ada saat saya menjumpai bahwa bukan hanya nenek saya. Bahkan Kardinal Newman sendiri suka mengkualifikasikan persamaan ini dengan menggambarkan Maria sebagai putri Hawa yang tidak jatuh. 

Konsepnya tentu menuai pertanyaan,  "Apakah ada keturunan Hawa dalam keadaannya yang tidak jatuh, sedang Kain, Habel, dan Set, semua lahir dari Hawa yang jatuh". Saya kadang bertanya-tanya apakah kebaikan dasar Hawa bertahan utuh melalui semua generasi menuju Maria?

Ternyata Gereja sendiri di masa lalu tidak terlalu menganggap kebaikan Hawa sebagai bagian dari kekudusannya. Jika kita melihat bagaimana orang-orang di Abad Pertengahan merayakan Natal, kita merasakan gagasan yang tidak biasa tentang Malam Kudus, yakni soal perayaan hari raya Santo Adam dan Santa Hawa pada 24 Desember. 

Hari itu akan mencakup pertunjukan sejenis drama misteri yang disebut drama surga, lengkap dengan penyangga pohon yang dihiasi apel. Drama itu akan mengisahkan seluruh narasi Taman Eden, dengan tambahan akhir janji kedatangan seorang penyelamat. Jelas pesta itu dimaksudkan sebagai persiapan Hari Natal, yakni mendorong perbandingan Adam dan Hawa vs Yesus dan Maria di sepanjang garis ketidaktaatan dan ketaatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun