Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tipologi Krisis Dunia Setelah Covid 19

26 Juni 2020   21:26 Diperbarui: 26 Juni 2020   21:25 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari tahap perjuangan global melawan Covid-19, di China, kemudian di tempat lain, pemerintah yang tidak siap merumuskan kebijakan bertaruh dengan kehancuran ekonomi. Bank Dunia menyebut pandemi memicu kehancuran ekonomi global yang paling luas setidaknya sejak 1870. 

Dalam kasus apa pun, bahasa 'kembali ke normalitas' menyiratkan miopia yang berpuas diri dan menyebabkan penderitaan massal di tempat lain. Oleh karenanya perspektif juga penting. 'Dunia' apa yang sedang kita diskusikan, dan dilihat dari mana? Dari Cina atau Amerika Tengah, atau Amazonia? Dari Wall Street atau Westminster? 

Hemat saya, kita butuh tipologi krisis. Kita tidak bisa membuang perspektif kemiskinan global dan ketidaksetaraan, termasuk persoalan keamanan--- karena wabah virus corona juga mendorong penggunaan senjata biologis oleh teroris. Potensi bahayanya melebihi serangan konvensional. Patut disadari,  dunia tidak menghadapi krisis satu per satu. 

Bagaimanapun, masa depan tempat kita berspekulasi bergantung pada bagaimana kita merespon masa sekarang. Tidak ada pemahaman tanpa pandangan jangka panjang, dan tanpa mengambil berbagai perspektif. Tidak ada yang dapat memperkirakan hasil di masa depan, tetapi dimungkinkan mengantisipasi dilema futuristik.

Politik 

Debat politik tentang tanggung jawab negara dan batas-batasnya sering dibuat menurut dua posisi tradisional: 'neoliberal' yang menekankan peran utama negara dalam memfasilitasi kerja pasar yang efisien, dan 'sosial demokratik' yang menekankan tanggung jawab negara atas ekonomi sebagai fungsi absolut: mengawasi lembaga negara, dan memelihara kebaikan publik secara keseluruhan. 

Kedua posisi ini menghadapi kesulitan karena negara-negara sering menemukan diri mereka relatif tidak berdaya melawan perusahaan transnasional, keuangan global, dan tantangan yang melampaui negara mana pun, seperti perubahan iklim, pergerakan masyarakat, dan perpajakan transnasional. 

Pada 2020, tidak seorang pun ataupun perusahaan komersial adalah pemasar bebas dalam suatu krisis. Dunia berusaha menerima bahwa peraturan dan kendali pemerintah sah dan vital, namun secara bersamaan, perusahaan juga masyarakat bergantung pada negara. Bahwa banyak struktur transnasional goyah memberikan dukungan universal.

Kita dapat menyaksikan, bahwa dalam krisis pandemi, kekuatan dan keunggulan negara-negara tunggal telah meningkat secara dramatis (baik atau buruk). 

Maurice Glasman berpendapat, virus 'terdengar bagai lonceng kematian untuk globalisasi liberal' karena justru memperkuat beberapa oligarki perusahaan terbesar (Amazon, Facebook, dkk.), dan tidak ada tanda bahwa keuangan global menyerahkan kekuatannya untuk menghindari tingkat perpajakan nasional yang wajar.

Kita juga harus menyadari, betapa kita sangat tergantung pada etos dan kompetensi masing-masing negara. Jelas, beberapa negara telah mengelola krisis Covid jauh lebih baik daripada yang lain. Namun Bahaya yang lebih mendasar tetap dari negara-negara ultra-otoriter, atau para pemimpin yang ceroboh. Yang ideal, tentu saja, adalah negara bekerja sama untuk kebaikan universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun