Mohon tunggu...
Petrus Pit Duka Karwayu
Petrus Pit Duka Karwayu Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Jalanan

Jika kamu tidak bisa membuat orang lain kagum dengan kepintaranmu, maka paling tidak kamu dapat membuat mereka bingung dengan kebodohanmu.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Blessing in Disguise: Pergerakan Intelektualitas Indonesia Era Digitalisasi

15 Mei 2019   10:57 Diperbarui: 15 Mei 2019   11:04 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia adalah negara yang cukup terbelakang dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Fenomena ini tidak dikarenakan Indonesia negara yang baru merangkak kala Eropa telah tahu berjalan, melainkan ada sebuah penolakan tersirat yang dipengaruhi oleh pengalaman era penjajahan dan masa Orde Baru. Penulis cenderung berasumsi bahwa periode kolonialisme dan Orde Baru merupakan cerita dalam satu judul bahkan episode yang saling melengkapi. Bila kita berada dalam ketegangan ini, maka pastilah disadari bahwa gerakan intelektualitas di Indonesia tidak semudah menebar jala.

 Dalam era kolonialisme, masyarakat Indonesia sulit mengembangkan intelektualitas mereka. Sekolah hanya diperuntukan bagi kulit putih, Indo atau pribumi yang memiliki forum privilegiatum. Artinya, tujuan pokok pembelajaran adalah demi perkembangan dan pertumbuhan Hindia Belanda. Masyarakat Indonesia bahkan teralienasi dari kebudayaan dan bahasa mereka sendiri. Sekolah dan pelajarannya adalah Belanda dan demi Belanda, Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927), Technische Hoogescholl di Bandung (1920), Rechtshoogeschool di Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia (1940)[9]. Indonesia pada zaman itu juga dijajah dalam kebudayaan dan gerak riuh intelektualitas.

Pasca kemerdekaan mengakibatkan kelelahan dijajah oleh Barat. Tak heran jika seruan anti Barat terus dikumandangkan oleh tokoh proklamator Sukarno yang berimbas pada tragedi kemanusiaan 1965-1966. Yang menarik, jika pada zaman kolonialisme dinamika intelektualitas berada dalam jajahan Belanda dalam artian melayani Hindia Belanda, maka dalam masa Orde Baru ilmu pengetahuan justru dipakai untuk melayani aparat militer bahkan sebagai legitimasi aksi kekerasan G30S/PKI. Yang disayangkan, lagi-lagi 'donatur' utama dalam era Orde Baru adalah Amerika Serikat[10]. Hasilnya jelas bahwa percaturan dunia Barat amat sangat menentukan perkembangan di Indonesia termasuk menjadi pertimbangan atas penerimaan kebudayaan dan penemuan-penemuan mereka yang masif. Sejarah mencatat bahwa sikap inklusif dan permisif Indonesia atas Barat telah mengorbankan dirinya sendiri.

Many Indonesian intellectuals, politicians believe that foreigners (principally the West) do not  understand Indonesia, have no grasp of the complex problems it faces, no simpathy for the         struggles to find political forms that will suit the aspiration of Indonesians and bring ordinary      people prosperity, peace and justice.... the West lectures Indonesians on human rights and       economic management while supporting and cooperating with the country's corrupt nexus of  political, military, and business elites and overlooking the plight of internal refuges fleeing   ethnic conflicts and natural disasters[11].

Pernyataan di atas digambarkan dengan cukup emosionil dalam novel Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer. Ia menggambarkan suatu trauma mendalam masyarakat Irlander (pribumi) yang tercermin dalam figur Nyai Otosoroh atas 'bangsa kulit putih'. Muncul pula figur Minke (tokoh utama), lulusan H.B.S, seorang pribumi yang harus meminum cawan ketidaksamarataan hak yang diberikan oleh Eropa,

"Sebegini lemah Pribumi di hadapan Eropa? Eropa! Kau, guruku, begini macam       perbuatanmu? Sampai-sampai istriku yang tak tahu banyak tentangmu kini kehilangan          kepercayaan pada dunianya yang kecil---dunia tanpa keamanan dan jaminan bagi       dirinya seorang. Hanya seorang."[12]

  • Belajar dari Tokoh Fiktif, 'Minke'

            Minke ialah figur utama dalam empat tetralogi Pramoedya Ananta Toer: Bumi Manusia, Anak segala Bangsa, Jejak langkah dan Rumah Kaca. Benar bahwa dalam tetralogi tersebut tema yang muncul adalah perseturuan antara pribumi dan pemerintah Belanda. Minke boleh disebut sebagai pengeras suara kaum pribumi, meskipun ilmu pengetahuan dan sikap akademisnya diperoleh dari Barat.

Sudah saatnya mengubah pengalaman negatif di masa lalu dan menangkap nilai yang berguna untuk masa kini. Sejarah bukanlah laporan kronologis cerita melainkan rajutan nilai pengalaman, apalagi berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu kekhawatiran penulis adalah fenomena serupa dapat terjadi pula dalam lingkup ilmu pengetahuan dan sarana-sarana yang memprakarsainya. Saat ini kita memasuki era digital. Sektor pendidikan dituntut untuk berani mengadaptasikan diri dengan perkembangan, karena pengetahuan itu tanpa garis finis, melaju cepat dan sensifitasnya tinggi atas perubahan[13]. Kendati luka lama adalah trauma atas Barat, namun dengan mengenali sejarah kita akan menemukan rekonsiliasi struktural. Dalam keragaman kita dapat menghidupi ideologis yang sama, yang refleksinya dipertajam dan dibaharui lewat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 Ingatlah bahwa sejarah telah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi ibarat seorang relawan di medan perang yang netral. Kita harus menyadari bahwa tidak pernah ada sejarah yang dibangun tanpa kekerasan, darah, perjuangan dan pengorbanan.

Dengan meletakan pemahaman kita pada logika universal ini, kita lalu menyadari bahwa tidak ada alasan yang sangat berarti untuk membatasi gerak dan ruang ilmu pengetahuan dan teknologi. Thomas Aquinas seorang teolog katolik mengingatkan I fear the man with a single book, 'timeo hominem unius libri'[14], melalui ilmu pengetahuan kita mengetahui lebih banyak, mengalami lebih banyak dan belajar lebih banyak. Dengan demikian, impian untuk belajar di atas awan tidak berhenti sebagai tulisan dalam wacana mati.

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun