Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengamen Cilik di Ketapang, dari Mana Mereka Berasal?

9 November 2016   21:46 Diperbarui: 10 November 2016   16:06 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengamen cilik. Foto by Renansa dalam Radipt blog

Selasa malam (8/11/2016) kemarin, saya dan teman-teman berteduh karena hujan cukup lebat dan singgah di warung makan lamongan di Samping Dinas Kesehatan, Kabupaten Ketapang, Kalbar. Kurang lebih pukul 22.32 WIB kami berada di warung makan tersebut.

Tidak lama berselang, kami sedikit dikagetkan dengan munculnya tiga orang anak (pengamen cilik) yang membawa gitar dan mereka langsung bernyanyi dan mengulurkan tangan meminta imbalan dari kami karena mereka telah bernyanyi untuk kami. Saya tidak memberikan uang kepada mereka, tetapi seorang teman mengeluarkan selembar uang kertas 1000 rupiah, seketika itu pula mereka langsung pergi. Lalu, kami satu bertanya kepada teman yang lain, dari mana datangnya mereka bertiga tersebut.

Sejujurnya saya bukanlah orang yang amat pelit. Tetapi saya masih terpikir dua tiga kali untuk memberi. Lebih baik tidak jika tidak tulus ikhlas memberi. Saya masih mempertanyakan uang yang mereka ngamen dibuat untuk apa? Mereka masih anak-anak menjelang remaja, tentu masih dalam tanggung jawab orangtuanya. Tetapi kenapa pada waktu yang sudah tergolong larut malam tetapi mereka justru keluar ngamen.

Ada fenomena baru di Ketapang, seketika itu saya terpikir dan teman saya menyempatkan diskusi ringan mengungkapkan keprihatinan. Dulu dan sekarang Ketapang sudah berbeda. Dulu belum ada yang namanya pengamen di sini (Ketapang), sekarang ada tersebar di beberapa tempat di perempatan lampu merah, warung makan dan warung kopi dan terkadang mengamen di rumah-rumah warga, ujar seorang teman kepada saya. Lantas, kenapa sekarang bak jamur tumbuh di musim penghujan alias kian banyak dan bermunculan.

Jalur (akses) masuk dari dan ke Ketapang yang saat ini menjadi salah satu kota yang sedang tumbuh berkembang menjadi cukup terbuka lebar bagi pendatang baru yang tidak resmi. Tidak bisa disangkal akses pelabuhan dan jalan provinsi yang terbuka lebar menjadi salah satu jalur masuk para pengamen cilik dan beberapa di antaranya ada yang berumur tua (pasangan suami-istri) dari luar daerah. 

Tentunya, ini menjadi keprihatinan saya dan mungkin juga bagi warga Ketapang. Memang, kita tidak mempersoalkan siapa saja untuk datang ke Ketapang, tidak semua pendatang itu buruk. Namun, ya fenomena baru seperti munculnya pengamen sedikit banyak berdampak pada penyakit sosial.

Penyakit sosial tidak lain adalah perilaku kebiasaan berperilaku aneh dari oknum warga baik warga asli ataupun pendatang gelap (tidak resmi) yang tidak sesuai dengan nilai, norma sosial, dan bisa saja mempengaruhi lingkungan sekitar (warga setempat). Setidaknya alasan ini yang ingin saya katakan. Keamanan, kenyamanan, dan ketertiban warga kini mulai terpengaruh. Umuran belasan tahun, berpakaian sedikit aneh, bertindik dan memakai anting sembari merokok. Mengingat, anak-anak usia belasan tahun jika asli warga Ketapang tugas mereka adalah sekolah atau boleh dikata seorang pelajar.

Tidak untuk sok rapi atau menolak tentang ekspresi kebebasan anak muda, tetapi ini adalah fenomena baru yang muncul dan sayang jika anak muda di lingkup kita terbawa, terpengaruh pada tren ini. Bahkan yang sudah terjadi saat ini di Kota Ketapang ataupun di Kayong Utara adalah tren negatif ngelem di kalangan anak menjelang remaja. 

Hal ini tentunya berdampak serta merusa tumbuh dan kembang anak sebagai generasi penerus. Perhatian dari pemerintah melalui dinas terkait sangat diperlukan saat ini. Pendataan identitas, hal ini mutlak dilakukan. Setidaknya mengetahui asal-usul mereka dari mana. Selain itu juga jika perlu ada pembinaan kalau-kalau di Ketapang anak remaja Ketapang ada yang mengamen. Peran orangtua menjadi penting dalam mengawasi anak-anak mereka, tidak melarang untuk bebas yang sebebas-bebasnya.

Tiga pemuda ketahuan hendak ngelem di Pantai Datok. Foto dok. M. Fauzi, Tribun Pontianak
Tiga pemuda ketahuan hendak ngelem di Pantai Datok. Foto dok. M. Fauzi, Tribun Pontianak
Kekhawatiran lain dari saya, munculnya para pengamen ini berdampak buruk karena bisa saja menular kepada anak-anak yang lainnya di Ketapang. Memang, mengamen juga bagian dari mengis rejeki dan hak bagi semua orang. Banyak yang terkenal dan menjadi sukses karena mengamen. Tetapi yang pasti, mengamen yang saya maksud di atas adalah anak-anak di usia sekolah. 

Pertanyaannya adalah; adakah orangtua yang menyuruh atau mengijinkan anak-anaknya berpakaian aneh, bisa keluyuran malam dengan sebebasnya, merokok dan berkelompok pula untuk ngamen? Jika tidak, hampir pasti anak-anak tersebut tidak berada dekat dengan orang tuanya atau anak-anak yang tidak bisa diapakan lagi oleh orang tuanya. Entahlah, yang pasti saya prihatin dengan sudah mulai adanya pengamen.

Solusi dari pemerintah sangat diharapkan. Setidaknya mendata para pengamen-pengamen cilik yang sering bereaksi menjelang larutnya malam seperti di beberapa tempat yang dimaksud di atas. Dengan pendataan, setidaknya dapat dengan mudah mengetahui asal-usul dari mana mereka para pengamen itu berasal dan datang.

Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun