Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Asa si Pongo Rindu Rimba yang Raya

18 Januari 2023   10:57 Diperbarui: 18 Januari 2023   11:17 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangutan yang sedang bersantai. (Foto dok : Erik Sulidra/Yayasan Palung)

Celoteh enggang dan pongo seperti menuai rindu yang harus disambut damai tanpa menuai haru biru.

Cerita dulu tentang rimba raya yang harmoni kiranya tetap harus selalu ada, karena lestrarinya bumi, semesta raya ini tergantung kita manusia sebagai sesama makhluk ciptaan Ilahi.

Keutuhan ciptaan menjadi akar yang harus tertanam berdiri kokoh bukan tercerabut. Seperti asa pongo dan enggang ini, inginkan rimba raya tetap selalu ada. Si Pongo tidak kurang kiranya menyandang banyak julukan bukan saja sebagai petani hutan, tetapi juga sebagai spesies payung. Tidak terbayang bila hutan rimba (rimba raya) menjadi hilang tak berbekas. Tentu, nasib pongo dan segenap napas segala bernyawa lainnya akan menjadi taruhan bahkan hilang tak berkas.

Bagaimana jadinya bila hutan tanpa pongo (orangutan) atau sebaliknya? Tentu, tidak sedikit yang terpengaruh. Hutan dan orangutan tanpa kita boleh dikata tidak apa-apa. Tetapi, mampukah kita tanpa hutan dan orangutan?

Orangutan perlu hutan, hutan perlu orangutan untuk terus menumbuhkan tunas-tunas baru yang tidak lain ialah tajuk-tajuk pepohon yang disebut juga sebagai hutan.  

Cerita dulu dan sekarang sudah semakin jauh berbeda. Tentu ini tentang cerita pongo yang sejujurnya hidup begitu tulus sebagai petani hutan hingga tajuk-tajuk itu masih boleh berdiri kokoh walau tak sama seperti dulu yang pernah ada.

Raung pongah sumpah serapah kerap kali saling beradu. Beradu tentang cerita yang tidak pernah usai tentang nasib hidup si pongo dan satwa lainnya yang tak pernah berujung didera sengsara.

Sengsara di rumah yang juga habitat hidup dari satwa lainnya, itu yang terjadi pada nasib pongo saat ini dan ini menjadi bukti pongo perlu tangan-tangan tidak telihat untuk berjabat erat bukan saling menghujat.

Pongo butuh ruang hidup berupa hutan yang luas untuk menjelajah, bermain, berayun dan menyemai. Ruang hidup yang luas sebagai tanda pongo masih aman nyaman berdiam.

 Melihat, merasa dan menyana. Pongo tanpa ibu sungguh kasihan. Hutan dan ibu satu satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Ujung pena dan senapan tidak jarang menjadi ancaman nyata jiwa pongo, ujung pena dan senapan memberi napas itu bisa terampas tak berbekas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun