Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Ketika Aku Cerita tentang Hutan

7 Oktober 2020   09:42 Diperbarui: 7 Oktober 2020   09:56 2370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ketika aku bercerita tentang hutan, pasti banyak yang bertanya kepadaku. Bertanya mengapa tentang hutan dan tidak yang lain?"

Jujur, aku tidak melupakan yang lain, tetapi aku suka hutan. Hutan tidak sedikit orang memujinya, karena perannya bagi semua, tetapi ada pula yang mencelanya karena akibat yang ditimbulkan.

Untuk nafas hidup, sumber hidup dan keberlanjutan hidup, itu yang orang rasakan dan katakan sesungguhnya jika bercerita tentangmu (hutan).

Sejatinya tak hanya engkau hutan, tetapi seisi hutan juga patut aku diceritakan pula. Mengapa hutan dan sesisi hutan perlu kuceritakan?

Mungkin juga bumi tempat kita berpijak ini pun demikian adanya, ingin bicara dan bercerita. Bercerita tentang apa-apa saja yang mereka rasa, tentang apa-apa saja ulah kita yang menimbulkan derita mereka karena kita pula.

Mungkin kita sangaja dan tidak sengaja melukai mereka. Mungkin kita menanti mereka tumbuh dan berkembangnya mereka, tidak sedikit dari kita yang tega dan sengaja membiarkan mereka terluka dan terlupakan.

Lihatlah, tidak sedikit diantara  mereka (hutan) menginginkan tumbuh menghijaumu yang berbanding lurus membabat mereka.Tangisku, tangismu pula karena rasaku ingin bercerita tanpa paksaan berharap ada asa dan rasa.

Tanpa paksa mendera rasa yang kualami saat ini, tidak berbanding lurus dengan apa yang semestinya dilakukan.

Ceritaku hari ini dan nanti mungkin tidak akan lagi sama. Bercerita bersama akan apa yang akan terjadi. Harmonis sudah lenyap ditelan oleh keserakahan. Keserakahan tentang keberlanjutan, apakah boleh berlanjut sampai kapan tentang apa itu nafas semua makhluk.

Suara-suara lestari tidak lagi sama. Memulai lestari berarti memberi kata tentang arti apa itu harapan. Harapan baru akan apa itu tentang perbuatan. Perbuatan kita tentang apa yang kita rasakan. Bumi menangis seisi bumi terlihat cerabut akibat ulah apa yang kita lakukan kepadanya. Lihatlah banjir, lihatlah longsor dan tanah kering kerontang pun bersatu  seolah tidak henti-henti menyapa kita.

Hutan, tanah dan air seperti cerita yang selalu berpadu. Berpadu memacu akan terjadi hari ini. Hari ini berarti cerita yang sedang berlangsung dan menyuguhkan apa yang dirasakan. Kata rasa begitu terasa menjelma. Menuduh, tertuduh hingga gaduh menerawang tawa atau apa yang orang katakan tentang bencana yang  berdampingan dengan kita. Lihatlah tanah gersang, hutan rimba yang tidak lagi rimbun. Semua kata tentang semesta, seolah berubah kata menjadi asas pemanfaatan hasil bumi tanpa banyak yang ingat lagi akan apa yang seharusnya berlanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun