Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Musim Buah Berkah bagi Masyarakat Sekaligus Merawat Kearifan Lokal dan Lingkungan

5 Januari 2016   11:22 Diperbarui: 5 Januari 2016   16:36 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langsat dari kebun masyarakat. Foto dok. Pribadi

Ketika musim buah tiba, dimulai sejak pertengahan, akhir bulan oktober tahun 2015 lalu dan diperkirakan puncak musim buah berakhir di bulan Februari. Lalu ada apa dengan musim buah sekaligus merawat kearifan lokal masyarakat?

Di Kampung-kampung, hampir merata di beberapa wilayah yang ada di Kalimantan Barat ketika musim buah tiba. Seperti misalnya di Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, dan beberapa daerah lainnya dihadapkan dengan musim buah. Musim buah identik dengan berkah atau rejeki nomplok bagi para pemilik tanaman buah-buahan. Benar saja, berbuahnya buah durian, pekawai, duku, langsat, mentawak, rambutan dan kandaria (satar) menjadi berkah karena sumber pendapatan tambahan masyarakat di tengah-tengah harga karet yang semakin anjlok dan meroketnya mayoritas harga kebutuhan sehari-hari. Beberapa buah-buahan tersebut di atas sedikit banyak harapan untuk menambah pemasukan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Dengan adanya musim buah, tidak jarang di kampung-kampung dibanjiri buah-buahan yang terkadang jarang ditemui seperti buah teratong (sejenis buah durian berwarna merah, tetapi ada juga yang berwarna sama seperti durian). Jika musim buah tiba, terutama durian kerap kali sangat diminati untuk dijadikan tempoyak dan lempok. Tempoyak tidak lain merupakan hasil fermentasi dari durian yang dapat dijadikan sebagai penambah lauk, misalnya kebiasaan orang di Kampung, lebih khusus di Ketapang, Kalbar, sudah akrab dengan masakan ikan asam pedas tempoyak. Ikan asam pedas tempoyak pun menjadi salah satu masakan yang sejak dari dulu sudah ada. Jika disantap, masakan tersebut menggugah selera dan rasanya enak sekali. Tetapi bagi yang terbiasa, dan bagi yang belum terbiasa harus mencoba.

Jika musim buah durian banjir (persediaan buah melimpah ruah) biasanya harga durian hanya dihargai 1.000 rupiah perbuah. Sedangkan jika persediaan tidak terlalu banyak, harganya kisaran 5.000-15.000 rupiah perbuah. Akan tetapi, apabila kita langsung menyandau (menunggu durian jatuh) biasanya gratis-tis-tis.

Beberapa di antara masyarakat seperti di Kecamatan Simpang Dua, ada kelompok masyarakat yang mengolah buah durian untuk dijadikan lempok. Lempok-lempok yang mereka olah beberapa di antaranya dijual ke kota dan bahkan ada yang dijual ke Malaysia. Untuk buah-buahan lainya seperti  buah rambutan dijual dengan harga 4.500 rupiah per kilogramnya jika musim buah raya dan jika tidak musim buah raya harga kisaran 8.000-10.000 rupiah/kg. Sedangkan harga langsat saat ini kisaran harga 5.000 rupiah/kg. Sebelum buah raya tiba, bahkan harga langsat kisaran harga 15.000-20.000 rupiah/kg. Buah mentawak, per buahnya dihargai 5.000 rupiah. Sedangkan buah-buah lainnya seperti manggis dihargai 20.000 rupiah/kg, atau ada juga yang menjual buah manggis perbuahnya 500 rupiah-1.000 rupiah.

Buah langsat dan buah Satar. Foto dok. Pribadi

Di Wilayah Kabupaten Kayong Utara, jika musim buah tiba adalah di Desa Sedahan Jaya. Bahkan di bulan Desember tahun 2015 lalu, di desa tersebut menyelenggarakan festival durian. Mengingat di wilayah tersebut sebagai salah satu tempat yang masyarakatnya banyak menanam atau berkebun durian.

Menariknya, sedikit banyak dari adanya buah hutan erat kaitannya dengan kearifan lokal masyarakat. Kearifan lokal yang dimaksud adalah hampir sebagian besar masyarakat di kampung memiliki kampung tembawang dan buah janah. Kampung tembawang tidak lain adalah kawasan kampung/pemukiman, sedangkan buah janah merupakan kebun buah. Seperti diketahui, kebiasaan masyarakat lokal seperti misalnya masyarakat dayak setelah mereka bercocok tanam (berladang) sudah pasti menyiapkan kampong tembawang dan buah janah dengan cara mereka (masyarakat lokal) menanam kembali dengan tanaman kebun buah dan juga kebun karet. Beberapa di antara juga menanam tanaman ramu tarang (tanaman untuk bahan rumah) seperti sungkai, merbau, ulin, bengkirai dan kayu lainnya yang nantinya jika telah besar digunakan untuk bahan bangunan (rumah) masyarakat.

Salah Satu Kampung Buah Masyarakat di Tanah Kayong, Sukadana. Foto dok. Pit dan Yayasan Palung

Wakil tim penggerak PKK, KKU, Ibu Rahmah saat menilai kualitas buah durian di festival durian desa Sedahan, bulan desember tahun lalu. foto dok. M. Fauzi/tribunpontianak

Sedangkan jika dilihat dari fungsi merawat lingkungan, beberapa tanaman buah tidak semudahnya untuk menebang pohon buah tersebut. Pada tahapan kearifan lokal masyarakat, ada yang disebut fungsi menjaga di tanah adat, tanah desa ataupun tanah sesamanya secara sembarangan. Hukum adat (norma adat) berlaku jika merusak tanaman buah. Masyarakat tidak boleh sembarangan merusak kampung tembawang buah janah, mengingat kampung tembawang buah janah memiliki manfaat sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Misalnya dengan menjaga kampung tembawang, masyarakat sedikit banyak terbantu salah satunya ketersediaan buah yang memiliki nilai ekonomi dan sebagai pelestari budaya tradisi dan lingkungan.

Pada masyarakat tertentu, kampung tembawang juga memiliki hubungan erat dengan cara pelestarian terhadap tanaman buah tertentu. Seperti misalnya, masyarakat di Desa Laman Satong, khususnya Dusun Manjau, Ketapang, Kalbar menganggap tanaman durian sebagai tanaman yang tidak boleh ditebang. Jika ditebang, masyarakat menganggap menebang pohon durian sama saja dengan membunuh tetua mereka (petinggi adat) di kampung tersebut. Pohon durian si pemilik boleh ditebang jika si pemilik tanaman (yang menanam meninggal dunia).

Kampung tembawang secara kasat mata tidak bisa disangkal sebagai warisan nenek moyang (kearifan lokal) yang masih ada hingga kini. Dengan adanya buah-buahan dari tanaman buah menjadikan masyarakat lokal berbangga terhadap apa yang mereka lakukan yaitu menanam kebun buah mudah-mudahan hingga nanti buah-buahan bisa tetap ada dan terjaga serta lestari.

By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun