Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kabut Asap Kenapa Kian Lama Mendera Kami: Kapan Berlalu dan Siapa yang Salah dalam Hal Ini?

26 Oktober 2015   16:14 Diperbarui: 26 Oktober 2015   18:30 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sisa-sisa pembersihan lahan (land clearing) dan selanjutnya (di/ter)bakar . Foto dok. Yayasan Palung

Kegalauan, kegelisahan dan ketakutan kini semakin menghantui. Ya, sudah pasti. Ketakutan mereka bukan tampa alasan di Kalimantan, Sumatera, Papua dan beberapa tempat lainnya di negeri ini. Segala sesuatu saat ini sudah semakin sulit. Menghirup udara segar sudah tidak gratis, udara segara segar berganti racun dari asap yang tak kunjung hentinya mendera. Kabut asap yang kini sudah darurat, bahkan kini menjadi bencana nasional memang sudah barang tentu pula menjadi persoalan bangsa. Mengingat, tidak sedikit yang telah terlanjur menjadi korban. Terhitung, kini telah lama mendera sudah kurang lebih lima bulan asap mendera. Kapan berlalu dan siapa yang salah dalam hal ini?.

Tidak disangka saat malam ketika rembulan tiba biasanya menerangi malam, kian berubah redup menerangi malam. Siang hari pun kian berkabut mendera dan semakin menyiksa. Rasa itu tidak lain ialah nafas hidup yang semakin sesak ketika asap kian menjadi dan pekat. Penyakit ISPA tidak lagi menyerang tetapi membunuh.

 Ibarat perang, kabut asap semakin sengit menyerang di sekeliling kota hingga desa dan kampung-kampung bahkan ke seluruh penjuru negeri (negara-negara lain) namun juga belum juga usai yang sejatinya harus diperangi.

Saling tuduh menuduh, tuding menuding sering terlontar bahkan menjamur di negeri ini. Akan tetapi fakta berkata jujur memperlihatkan realita nyata ini secara jelas dan tidak bisa ditutup-tutupi.

Ada yang bilang terjadinya kebakaran yang meyebabkan timbulnya asap ialah perladangan masyarakat (membakar ladang). Kearifan lokal masih digunakan mereka (logika dan adat  budaya masih dipakai. Tidak sedikit masyarakat di kampung-kampung yang sejujurnya tidak berani membakar ladang karena musim kemarau ini. Tetapi sesungguhnya, titik-titik kebakaran ada juga yang terjadi di lahan-lahan konsesi. Mana yang sesungguhnya benar?.

Pembakaran ladang sesungguhnya arealnya tidaklah terlalu luas, mengingat tenaga untuk menggarapnya tidaklah mudah hingga ratusan hektare. Sebaliknya, perlusan areal oleh perusahaan bisa terjadi hingga ratusan, ribuan, bahkan jutaan hektare. Pertanyaannya adalah diapakan lahan-lahan tersebut setelah dibersihkan (land clearing)?. Jawabannya sudah pasti digarap, sebelum digarap sudah pasti dibakar agar subur. Tetapi, apakah benar-benar bisa subur? Atau sebaliknya mengorbankan sebagian besar hak dan nafas hidup?.

Berikut beberapa foto yang terjadi di sekitar masyarakat kita terkait kabut asap :

Hutan terbakar di Matan Jaya, Simpang Hilir, KKU. foto dok. Yayasan Palung

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun