Mohon tunggu...
Subhan Riyadi
Subhan Riyadi Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara Citizen Jurnalis

Stop! Rasialisme anti minoritas apa pun harus tak terjadi lagi di Indonesia. Sungguh suatu aib yang memalukan. Dalam lebih setengah abad dan ber-Pancasila, bisa terjadi kebiadaban ini kalau bukan karena hipokrisi pada kekuasaan (Pramoedya Ananta Toer). Portal berita: publiksulsel.com

Selanjutnya

Tutup

Mudik Cerdik Pilihan

Kampung Halaman yang "Tak" Dirindukan

3 Juni 2019   20:02 Diperbarui: 3 Juni 2019   20:16 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus terang, terang terus hingga mendekati lebaran tahun 2019 ini, saya tidak mudik. Bahkan telingaku asing mendengar kata "mudik."  

Hal seperti itu sudah saya jalani selama 23 tahun sejak 1996, sehingga kata 'mudik' membuatku bertanya-tanya seperti apa rasanya makna mudik atau pulang yang sebenarnya, atau bagaimana pulang kampung halaman.

Dosa itu tersimpan dalam jiwa dan ragaku yang merapuh. Disana bertemu ibu dan sanak saudara. Toh itu semua nyaris mati rasa.

Namun keinginan saya untuk pulang tetap tinggi, meskipun hingga detik ini keinginan itu belum kelakon. Tentu ada beberapa alasan tidak mudik pulang kampung untuk melepas rindu dengan orang tua dan saudara.

Rasa rindu kampung halaman memang tak bisa dibohongi, mengingat mahalnya harga tiket pesawat, rencana pulang kampungpun urung.

Tiket mahal memang alasan klasik. Mahalnya tiket sempat mengusik hati orang nomor satu di Indonesia. Presiden Jokowi berwacana akan menambah maskapai penerbangan "asing" sebagai solusi, kurang kompetitifnya maskapai domestik menjadi alasan Presiden membuka kran penerbangan asing tadi itu.

Mahalnya tiket pesawat berdampak pada menurunnya minat jumlah anggota kelurga yang mudik. Misalnya satu tiket pesawat harganya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah), jadi untuk 6 (enam) kepala satu kali perjalanan harus membayar Rp. 12.000.000 (dua belas juta) bahkan lebih, belum arus baliknya, belum lagi buah tangan dan THR saudara.

Berikutnya adalah kesehatan. Jangan abaikan kesehatan sekecil apapun, sebab dari hal kecil tersebut membuahkan masalah besar bahkan nyawa dipertaruhkan.

Jujur, rasa rindu dan kangen sama orang-orang tersayang tidak bisa dibuang. Akan tetapi harapan tak selalu sesuai ekspektasi.

Usia, faktor utama yang tidak terbantahkan. Dimana saat muda dulu, motivasi untuk pulkam masih tinggi. Hal tersebut mustahil aku lakukan setelah memasuki usia kepala empat ditambah memiliki istri dan anak-anak. Memang pantas dikatakan apabila penyesalan datangnya terlambat ditujukan kepadaku.

Aku memang mempunyai sejarah perjalanan dan langkah yang panjang. Bayangkan setelah terlahir di bumi Sriwijaya, kemudian mengenyam pendidikan di tanah jawa, selanjutnya meraup rejeki hingga ke kota Daeng-Anging Mammiri Makassar hingga sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Mudik Cerdik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun